Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Misteri, Horror, Supranatural > Cerita Horor

Cerita Horor Kumpulan cerita-cerita mistis yang dibagikan sesama ceriwiser.

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 14th August 2010
VHIENSKI VHIENSKI is offline
Newbie
 
Join Date: Jun 2010
Posts: 2,691
Rep Power: 0
VHIENSKI has disabled reputation
Default Masih Doyan Bakso

Quote:
Originally Posted by VHIENSKI
Dua hari lalu aku mudik, kangen dengan suasana Jogja. Kebetulan, malam jumat lalu giliran adikku jaga kampung, jadilah aku nemanin dia. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, sampailah kami berlima, Pak Gio, Kelik, Sutris dan aku beserta adikku pada pembicaraan yang serem-serem, termasuk pengalamanku ketika masih remaja dulu. Dari Pak Giolah aku tahu, bahwa Pekade.. eh Sukardi salah satu preman kampung yang paling disegani dikampungku, sudah meninggal dunia, bukan karena digebukin orang kampung, atau ditembak polisi, tapi gantung diri... karena hubungannya dengan seorang gadis tidak direstui oleh ibunya, orang tua satu-satunya. Sebetulnya mereka berempat, termasuk adikku agak enggan ketika kutanya tentang sebab-sebab meninggalnya Pekade, bahkan terlihat Kelik duduknya langsung terlihat gelisah, bahkan sekali-kali terlihat Kelik menatap ujung gang dengan wajah agak pucat. Dengan sedikit berbisik, Sutris menatapku serius, "Bung, cerita yang lain saja ya..?", katanya kepadaku. Adikkupun mendukungnya, namun aku tetap ngotot. "Ada apa sih, kalian kayak diuber setan saja..." kataku sambil mengambil tempe goreng kesukaanku. "Bukan begitu bung.." kata sutris menatapku ragu. "Suasana kampung ini lho baru saja pulih..." timpal kelik sambil membetulkan sarungnya. "Pulih dari apa..?", kataku ngotot. "Ya... dari teror hantunya Pekade..." kata adikku sambil menatap lagi ujung gang dengan penuh kekawatiran. Jujur saja aku baru melihat wajah adikku segelisah itu, biasanya anak itu luar biasa beraninya. "Besok pagi saja aku ceritain tuntas..." kata sutris sambil beranjak pergi. "Eh.. tunggu dulu, mau kemana?" kataku. "Tidur, ngantuk nih..." katanya sambil ngeloyor pergi. Tak lama kemudian Kelik pun pamit pulang. Jadilah aku, adikku dan Pak Gio yang jaga kampung sampai pagi.

Siangnya, pukul 11 aku sudah bertandang ke warung sotonya Sutris, penasaran pengin tahu ada peristiwa apa dikampungku pasca meninggalnya Pekade, preman kampung itu. Kebetulan disitu juga ada Pak Joko, tukang bakso langgananku. Sutris yang melihat kedatanganku, langsung berkata "Tanya saja Pak Joko, lebih jelas..!" dengan gayanya yang bikin sebel. Pak Joko yang ditembakpun jadi kecipuhan, "Cerita apa mas..???" katanya sambil minum kopi nasgithelnya. "Itu lho kang, tentang Pekade..?!" kata Sutris kembali menimpali. "Wah.. yang lain saja to Mas Harry, saya lho masih trauma.." katanya sambil nyengir. Waduh gawat nih, mereka berdua saling lempar tangan, tentu ada yang gawat, pantesan tadi malam ibuku agak kawatir ketika kami berdua pamit mau jaga kampung.

Setelah kurayu-rayu, akhirnya Pak Joko berani bercerita..

Sudah sebulan lebih saya libur jualan mas, karena di Gunung Kidul baru panen, sehingga saya tidak tahu perkembangan terbaru kampung ini" katanya sambil menghisap rokok tengwe kesukaannya. Malam itu, hujan dari pagi sampai sore belum juga reda. Tidak seperti biasanya sampai jam 21.30 baksoku belum laku seporsipun... wah alamat pulang dengan tangan hampa, kataku sambil mengusap muka dari tetesan air hujan. Dengan agak malas, aku kembali memukuli mangkok baksoku. Pas di pertigaan Kemandungan, kok terdengar suara serak-serak basah "Bakso tiga mangkok, kang...". Meskipun duduk membelakangi, tapi aku tahu persis bahwa itu Pekade, preman kampung yang biasanya sering minta baksoku gratisan... waduh apes nih, dagangan belum laku sudah dipalak, bathinku. Dari pada kena apa-apa, langsung saja kubikinkan tiga mangkok bakso pesenan mas Pekade, setelah racikan siap, langsung dengan tergopoh-gopoh aku mengantarkan pesanan Pekade. Anehnya, meskipun bakso sudah kusodorkan namun Pakade tetap duduk membelakangiku dan tanpa menoleh dia langsung menyantap bakso dengan lahap. Aku agak heran biasanya tingkah mas Pekade ndak karu-karuan bila sedang kumat premannya, entah mengosak asik dagangan baksoku, atau memukuli mangkok bakso sekeras-kerasnya sampai pecah. Tapi malam ini dia diam saja, bahkan cenderung amat diam. Akupun juga ikut diam, sambil terus menghisap rokok tengwe kesukaanku, aku duduk membelakanginya. Nah, tak seberapa lama terdengar suara beratnya "Baksomu kurang garam kang..!" katanya sambil meletakkan mangkuk keras-keras. Aku kaget, dan sepontan berdiri berhadap-hadapan. Betapa kagetnya, melihat Pekade dengan baju berlumuran darah, dan ada tali mengikat lehernya, sementara matanya melotot dengan lidah terjulur... persis korban gantung diri. Mataku langsung berkunang-kunang dan terasa gelap seketika, tahu-tahu aku sudah terbaring di pos dan dirubungi oleh mas Sutris dan teman-teman yang jaga kampung. Dengan terbata-bata aku menceritakan pertemuanku dengan Pekade, dan dari mas Sutrislah aku tahu bahwa Pekade telah seminggu meninggal dunia karena gantung diri di Pakuningratan.

Pantesan tadi malam teman-temanku tidak mau bercerita, karena hampir selama 40 hari arwah gentayangan Pekade menteror kampungku, dan baru reda setelah Kyai Dullah melakukan yasinan selama tujuh hari di rumahnya. Demikian cerita arwah Pekade yang masih minta bakso kesukaannya, sampai ketemu di cerita seram berikutnya.
__________________


__________________
if you appreciate our fair please behave

Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 12:37 PM.


no new posts