Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > HOBI > Other Discussion > Design > Arsitektur

Arsitektur Forum diskusi yang membahas mengenai arsitektur dan bangunan. Para Arsitek dapat berbagi ilmunya disini

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 27th June 2011
alwaysbewithu's Avatar
alwaysbewithu alwaysbewithu is offline
Newbie
 
Join Date: May 2011
Posts: 34
Rep Power: 0
alwaysbewithu mempunyai banyak pengalamanalwaysbewithu mempunyai banyak pengalamanalwaysbewithu mempunyai banyak pengalamanalwaysbewithu mempunyai banyak pengalamanalwaysbewithu mempunyai banyak pengalamanalwaysbewithu mempunyai banyak pengalaman
Thumbs up Rumah + Laundry


Rumah tinggal merupakan ruang privat yang dipisahkan dari dunia luar untuk memproteksi penghuninya dari ruang publik (Madanipour, 2003). Rumah juga sebagai tempat beristirahat dan bersosialisasi di antara anggota keluarga. Ketika rumah tinggal juga dijadikan sekaligus sebagai tempat kerja, peranan rumah sebagai ruang privat menjadi pertanyaan. Rumah sebagai tempat beristirahat dan bersosialisasi antara keluarga dapat terganggu dengan adanya kehadiran pekerja dan kegiatan bekerja di dalamnya.


Sebaliknya, tempat kerja adalah ruang dimana profesionalisme ditegakkan, produktivitas kerja dipacu, kualitas produk dijaga serta memerlukan dukungan ketenangan saat bekerja (Lintasberita, 2010). Hal ini memperlihatkan bahwa tidak hanya penghuni rumah saja yang membutuhkan adanya privasi, tetapi juga pekerja agar kegiatannya dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, kebutuhan akan privasi ini menjadi sesuatu yang penting untuk diketahui pemenuhannya pada rumah tinggal yang juga berfungsi sebagai tempat kerja.


Tujuan dari perancangan arsitektur adalah memberikan setiap orang privasi sebesar mungkin sesuai yang diinginkannya meskipun hal ini tidak berarti membangun rumah, kantor, sekolah atau bangunan-bangunan umum berupa kompartemen terpisah bagi setiap orang (Laurens, 2004). Karena itu, lahirlah hierarki ruang atau intimacy gradient, mulai dari ruang yang sangat publik hingga ruang yang sangat privat (Alexander, 1977).




Gambar 1. Intimacy Gradient (sumber: Alexander, 1977)




Gambar 2. Intimacy gradient rumah tinggal pada umumnya (sumber: Alexander, 1977)

Tentunya pada rumah tinggal yang sekaligus merupakan tempat kerja, hierarki ruang atau intimacy gradient ini menjadi tidak sederhana. Apakah intimacy gradient masing-masing tempat masih tetap dipisah atau tidak? Bagaimana pengaturan ruangnya? Hal ini menjadi penting karena akan berkaitan dengan perilaku penghuni rumah dan pekerja di dalam rumah tinggal yang juga merupakan tempat kerja.


Salah satu contoh studi kasus rumah yang dijadikan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat kerja bagi pemiliknya adalah rumah Ibu Yanti dan Pak Giran. Mereka membuka lapangan pekerjaan yang bergerak di bidang jasa Laundry dan Dry cleaning. Karyawannya berjumlah 7 orang pria. Laundry ini beroperasi dengan menggunakan sistem kerja tradisional yaitu menggunakan tenaga manusia dan sinar matahari. Klien atau langganannya adalah tetangga yang datang ke rumahnya untuk mengantarkan pakaian kotor yang kemudian setelah bersih akan diantarkan oleh pekerjanya.
Akan tetapi, klien utama laundry Ibu Yanti dan Pak Giran adalah agen-agen laundry yang berlokasi cukup jauh dari rumahnya, yaitu di daerah Cilincing, Kemayoran, dan Kelapa Gading. Para pekerjalah yang kemudian bertugas menjemput dan mengantar pakaian ke agen-agen tersebut. Dalam laundry ini, peran Ibu Yanti adalah sebagai penanggung jawab bagian administrasi. Sedangkan Pak Giran bertugas memantau langsung karyawannya sehingga pada umumnya ia turut melakukan antar jemput pakaian dengan mobil bersama karyawannya.




Gambar 3. Rumah tinggal sekaligus tempat kerja berupa laundry


Total penghuni rumah tinggal ini adalah 11 orang, baik karyawan maupun keluarga. Di bawah ini merupakan pembagian kelompok berdasarkan hubungan penghuni rumah dengan kegiatan bertinggal ataupun bekerja.


Spoiler for tabel:


Tabel 1. Tabel pembagian kelompok berdasarkan hubungan penghuni rumah dengan kegiatan bertinggal ataupun bekerja

Tabel di atas memperlihatkan bahwa ketika rumah tinggal ini tidak digunakan sebagai tempat kerja, hanya kelompok 1 dan 2 saja yang hadir di rumah tinggal. Dengan banyaknya penghuni dan kebutuhan privasi yang berbeda-beda, perilaku yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan privasi dan pembentukan ruang yang terjadi di rumah ini menarik untuk diteliti.
Sejak awal pembangunan, rumah ini telah direncanakan oleh pemiliknya untuk dijadikan tempat tinggal sekaligus tempat bekerja. Alasan utamanya adalah untuk menghemat biaya dan agar setiap hari dapat memantau karyawan dengan mudah. Ibu Yanti mengemukakan bahwa ia memerlukan kebutuhan privasi yang lebih karena semua pekerjanya berjenis kelamin pria dan tinggal bersama di rumahnya. Dengan demikian, salah satu tujuan perencanaan awal pembangunan rumah ini adalah menjaga kebutuhan privasi keluarga dan karyawan dengan cara memisahkan ruang bertinggal dan bekerja.
Pemisahan Ruang Bertinggal dan Bekerja

Pemisahan ruang bertinggal dan bekerja tersebut dilakukan dengan memisahkan lantai tempat mereka beraktivitas, yang terdiri dari lantai 1 sebagai tempat bertinggal sedangkan lantai 2 dan 3 sebagai tempat bekerja. Pemisahan ruang tersebut sesuai dengan pendapat Ahrentzen (1990) bahwa mekanisme yang digunakan bagi orang yang memutuskan rumah juga difungsikan sebagai tempat kerja adalah dengan adanya ruang yang terpisah dan memberi batasan untuk tempat kerja (dalam Bell, Greene, Fisher, dan Baum, 2001).


Gambar 4. Skematik pengaturan ruang bertinggal dan bekerja berdasarkan lantai

Selain itu, terdapat pemisahan akses dan sirkulasi untuk kegiatan bertinggal dan bekerja, yang sudah dilakukan sejak saat penghuni melewati pagar rumah. Akses menuju tempat kerja adalah tangga yang ada di ruang tamu sedangkan akses masuk menuju tempat tinggal adalah melewati garasi terlebih dahulu yang kemudian berujung pintu ruang keluarga.
Sirkulasi pun tak luput untuk dibuat terpisah. Terdapat dua buah sirkulasi vertikal berupa tangga, yakni di area depan dan di belakang rumah. Pekerja hanya dapat menggunakan tangga yang terletak di area depan rumah untuk ke area kerjanya. Sedangkan penghuni dapat menggunakan kedua tangga tersebut untuk ke area kerjanya sesuai kebutuhan.


Spoiler for Gambar 5. Pengaturan akses dan sirkulasi pada rumah:


Akan tetapi dalam kesehariannya, pemisahan ini tidak benar-benar terjadi begitu saja. Jika dilihat dari pemakaian ruang berdasarkan kegiatan oleh semua kelompok dan penataan objek yang ada di dalamnya, maka pengaturan ruang bertinggal dan bekerja akan menjadi berbeda. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain yang mempengaruhi, yaitu adanya kebutuhan ruang yang tidak terduga. Akibatnya terdapat penggabungan fungsi ruang antara kegiatan bekerja dan bertinggal sekaligus maupun adanya pergeseran fungsi ruang yang sudah ada sebelumnya.

Penggabungan Fungsi Ruang
Dengan adanya penggabungan fungsi ruang, ditemukan adanya pembentukan teritori di ruang bersama tersebut sebagai upaya pemenuhan kebutuhan privasi. Pengaturan yang terkait dengan teritori adalah pengaturan yang membentuk teritori berupa posisi ruang, memberi ruang untuk beraktivitas dan pengaturan perabotan dalam ruang (Scheflen dan Ashcraft, 1976).

Di rumah ini ditemukan adanya pengaturan perabotan untuk memberikan posisi ruang yang jelas. Ruang keluarga menjadi salah satu tempat terjadinya pengaturan perabotan yang mempengaruhi teritori. Berikut adalah beberapa contoh peletakan perabot yang mengubah privasi dalam penggunaan ruang.

Contoh pertama adalah adanya peletakan sepeda motor di ruang keluarga. Hampir setiap hari pekerja dapat memasuki ruang keluarga ketika akan mengantar jemput pakaian ke agen-agen dengan menggunakan motor yang kemudian diletakkan di dalam ruang keluarga. Hal ini dikarenakan tidak semua kendaraan cukup diparkirkan di dalam garasi.

Pengaturan yang kemudian selalu dilakukan adalah berupa peletakan motor yang bersisian dengan karpet di ruang keluarga. Karpet berfungsi sebagai pemberi �sinyal� bahwa motor tidak boleh memasuki ruang keluarga hingga melewati batas tersebut. Sehingga ketika tidak digunakan, keberadaan motor hanya dapat berada di area itu saja. Peletakan motor pada ruang keluarga tidak mengganggu area bersantai keluarga, selain itu juga mempermudah pekerja untuk mengeluarkan dan memasukkan motor. Ketika ada sepatu yang diletakkan di depan pintu, pekerja akan mengalami sedikit kesulitan untuk mengeluarkan dan memasukkan motor, sehingga harus menyingkirkan sepatu terlebih dahulu.

Pengaturan perabot ini juga ditunjukkan oleh adanya kulkas di ruang keluarga. Kulkas ini memudahkan pekerja untuk mengambil es batu dari kulkas. Kadang-kadang pekerja menggunakan tangga di area belakang rumah untuk mencapai kulkas.
Selain keberadaan kulkas dan motor yang memungkinkan pertemuan antar keluarga dan karyawan, ruang keluarga ini juga dapat digunakan bersama karena adanya event-event tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan bekerja. Contoh event ini adalah ketika akan diadakan rapat bagi seluruh pekerja dan Ibu Yanti beserta suami.


Spoiler for Gambar 6. Pemakaian ruang keluarga untuk kegiatan bertinggal dan bekerja:



Pembentukan teritori lainnya adalah dengan adanya pembatasan fisik. Pembatasan fisik dimaksudkan untuk membatasi masuknya pihak luar yang tidak memiliki akses ke dalam wilayah. Bisa berupa dinding, pintu dan pagar pada suatu bangunan (Scheflen dan Ashcraft, 1976).
Spoiler for Gambar 7. Suasana ruang bersama di lantai 2:


Area mencuci dan menjemur untuk keluarga juga terdapat pada lantai 2 yang hampir keseluruhan ruangnya digunakan untuk kegiatan bekerja. Agar tidak bercampur dengan pakaian-pakaian milik orang lain, Pak Giran memberikan batasan berupa dinding setinggi 1 m di bagian ujung lantai 2. Hal ini memperlihatkan adanya usaha pemilik rumah untuk tetap memberikan batasan antara kedua area tersebut, sehingga pakaian untuk kebutuhan bertinggal tidak bercampur dengan pakaian kebutuhan bekerja.
Pemakaian ruang bersama lain yang ditemui di lantai 2 adalah adanya perabotan milik kebutuhan bertinggal berupa peralatan memasak, walaupun dapur terletak di lantai 1. Hal ini dikarenakan pembantu yang berfungsi sebagai pendukung kedua kegiatan bertinggal dan bekerja memiliki caranya sendiri untuk meletakkan peralatan memasak. Dapur yang berukuran cukup sempit di lantai 1 tidak mencukupi untuk meletakkan semua peralatan memasak. Karena itu, peralatan memasak berupa wajan dan wadah lainnya yang berukuran cukup besar diletakkan di area makan pekerja (lantai 2). Sehingga ketika akan memasak menggunakan peralatan tersebut, pembantu akan mengambilnya terlebih dahulu di lantai 2 dengan menggunakan tangga area belakang rumah.

Area bertinggal yang terletak di lantai 2, secara keseluruhan tidak mengganggu kegiatan bekerja yang ada di lantai ini. Pengaturan ruang yang terpisah dan akses yang mudah untuk mencapai area bertinggal di lantai 2, mengakibatkan tidak adanya konflik berupa persinggungan teritori. Pengaturan waktu juga berpengaruh besar terhadap tidak adanya persinggungan teritori ini.

Contoh pengaturan berdasarkan perbedaan waktu ini dapat dilihat pada area bertinggal dan bekerja karyawan. Pada saat pembantu meletakkan peralatan memasak di ruang makan pekerja, pekerja tidak berada di area tersebut. Ruang makan tersebut umumnya hanya digunakan untuk meletakkan makanan, sehingga lebih bebas untuk dijadikan tempat menyimpan peralatan oleh pembantu. Pekerja tidak makan di area tersebut, mereka lebih menyukai makan di area pakaian yang sudah siap diantar karena di area tersebut terdapat televisi. Dengan demikian pekerja bisa makan dengan bebas sambil beristirahat atau bersantai.

Area pakaian tersebut juga digunakan oleh pekerja yang tinggal di rumah ini sebagai area tidur mereka. Pada waktu kerja, area tidur tersebut tidak terlihat sama sekali, karena area tidur mereka hanya berupa sebuah tikar yang digulung ketika waktu kerja . Pada malam hari, tikar tersebut ditata di dalam area ini dan dimanfaatkan bersama. Maka dapat disimpulkan bahwa area karyawan ini dapat digunakan untuk kegiatan bekerja dan untuk kegiatan bertinggal bagi karyawan namun terdapat perbedaan kebutuhan berdasarkan waktu sehingga ruangnya dapat disesuaikan dan dengan demikian tidak terjadi adanya konflik kebutuhan ruang di antara pekerja itu sendiri.


Spoiler for Gambar 8. Sirkulasi dan pembagian area ruang bersama ( area ruang makan pekerja ) pada lantai 2:



Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pemakaian keseluruhan ruang bersama di rumah ini hadir karena adanya kebutuhan ruang yang tidak terduga dalam praktik keseharian. Pemakaian ruang bersama ini bisa dibedakan berdasarkan aktivitas, durasi pemakaian, kuantitas personalisasi (pemakaian perabot) dari masing-masing aktor yang ada di dalamnya, serta cara memperoleh privasi terhadap pelanggaran. Pelanggaran yang dirasakan bisa terdapat pada kedua kegiatan ataupun salah satu kegiatan saja.

Pergeseran Fungsi Ruang
Pergeseran fungsi ruang diakibatkan karena adanya pertumbuhan dalam kebutuhan ruang untuk bekerja. Salah satu ruang yang fungsinya bergeser tersebut adalah ruang tamu. Ruang yang tadinya diperuntukkan menjamu tamu, sekarang digunakan untuk kebutuhan bekerja. Maka terdapat pergeseran fungsi ruang yang dapat terlihat berdasarkan penjelasan di bawah ini.

Di ruang tamu, terdapat objek-objek yang berkaitan dengan kebutuhan bekerja. Selain itu, juga terdapat sepatu-sepatu para pekerja yang disusun di atas tangga. Sepatu ini dapat terlihat ketika kita berada di ruang tamu. Walaupun terkadang Pak Giran makan siang di area ini, keberadaan objek-objek kebutuhan bekerja tersebut tetap berada di area ini. Hal ini menunjukkan bahwa area ini menjadi area untuk kebutuhan bekerja berdasarkan kuantitas personalisasi dan durasi pemakaiannya.




Gambar 9. Suasana ruang tamu yang telah menjadi ruang untuk kegiatan bekerja

Dengan adanya pergeseran fungsi ruang tamu tersebut, tamu yang datang akan langsung dibawa masuk ke ruang keluarga. Jadi, dapat dikatakan ruang keluarga kemudian juga bergeser fungsinya menjadi area yang dapat dimasuki oleh orang lain selain penghuni.


Pembentukan Intimacy Gradient.
Kehadiran Intimacy gradient atau dapat juga disebut privacy gradient adalah untuk mengatur sequence di dalam suatu bangunan yang dipengaruhi oleh adanya kebutuhan privasi (Alexander,1977). Pada rumah ini, terlihat adanya pengaturan urutan gerak manusia yang boleh memasuki suatu area tertentu maupun yang tidak boleh sama sekali. Hal ini dapat dilihat dari pemakaian ruang oleh tiap kelompok dan pembentukan teritori yang ada di rumah tersebut. Semakin bersifat privat, maka semakin sedikit orang yang boleh memasuki area tersebut. Di bawah ini adalah skema intimacy gradient yang terbentuk pada rumah ini.




Gambar 10. Intimacy gradient rumah Ibu Yanti


Penentuan area yang bersifat privat adalah area yang hanya digunakan oleh kelompok bertinggal saja (kelompok 1 atau 1 dan 2) ataupun hanya kelompok bekerja saja (kelompok 3 atau 3 dan 4). Area yang bersifat semi privat adalah area yang digunakan oleh kelompok 1, 2, 3, dan 4. Sedangkan area semi publik adalah area yang digunakan oleh semua kelompok. Dan yang terakhir adalah area publik yang memungkinkan semua kelompok atau di luar kelompok untuk menggunakan area tersebut.
Secara keseluruhan rumah memiliki intimacy gradient yang terdiri dari publik, semi publik, semi privat, hingga privat. Sifat-sifat dari ruang tersebut tidak ditentukan oleh kegiatan yang berlangsung di dalamnya, melainkan ditentukan oleh pengguna ruang yang ada di dalamnya. Salah satu contohnya adalah ruang keluarga (huruf A pada gambar). Ruang tersebut merupakan semi publik. Hal ini dikarenakan pengguna ruang tersebut (keluarga) membolehkan tamu untuk masuk ke ruang ini dikarenakan ruang tamu sudah digunakan untuk bekerja. Sehingga, jika pada umumnya selama ini yang kita ketahui ruang keluarga di rumah tinggal merupakan semi privat, maka ruang keluarga di rumah tinggal yang sekaligus merupakan tempat bekerja dapat saja tidak bersifat semi privat.
Dari penjelasan di atas, maka pemenuhan kebutuhan privasi di dalam rumah tinggal yang sekaligus merupakan tempat kerja dapat dijelaskan dengan hubungan-hubungan pada skema berikut.



Spoiler for skema:

Gambar 11. Skema strategi kebutuhan privasi

Kesimpulan
Ketika dikaitkan dengan adanya latar belakang pembangunan rumah, kebutuhan ruang untuk peletakan perabot, dan kebutuhan ruang untuk berinteraksi, terjadi adaptasi oleh pengguna ruang untuk memisahkan fungsi ruang tersebut dengan adanya penggabungan dan pergeseran fungsi ruang agar kebutuhannya dapat terpenuhi. Adaptasi ruang mempengaruhi kebutuhan privasi. Kebutuhan privasi tersebut kemudian diupayakan untuk dipenuhi dengan adanya pengaturan ruang dan pengaturan waktu penggunaan ruang. Pengaturan ruang yang dilakukan adalah berupa pembatasan fisik maupun pengaturan perabot untuk menentukan orientasi ruang, posisi ruang, dan personalisasi. Sedangkan pengaturan waktu dilakukan agar dapat menggunakan ruang yang sama untuk kebutuhan yang berbeda secara bergantian.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terlihat adanya upaya dari penghuni rumah untuk memenuhi kebutuhan privasinya ketika kegiatan bekerja dan bertinggal digabungkan. Pemenuhan kebutuhan privasi dapat dilihat melalui pembentukan teritori berupa pemisahan fungsi ruang bertinggal dan bekerja. Pembentukan intimacy gradient yang terlihat akibat adanya pembentukan teritori pada rumah tinggal yang juga merupakan tempat kerja pun tidak dipisahkan berdasarkan kegiatannya, melainkan berdasarkan pelaku-pelaku yang bisa menggunakan ruang-ruang yang ada di rumah tersebut.



Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 01:24 AM.


no new posts