
13th April 2012
|
 |
Ceriwis Addicted
|
|
Join Date: Sep 2010
Location: -ceriwis-
Posts: 4,958
Rep Power: 50
|
|
Li'an (Saling Melaknat)
Quote:
Apabila seorang suami menuduh isterinya berzina lalu isterinya mendustakan hal itu, maka suami dijatuhi hukum hadd, kecuali jika suami bisa mendatangkan bukti (saksi) atau mereka saling meli�an.�
Allah Ta�ala berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُن لَّهُمْ شُهَدَاءُ إِلَّا أَنفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِن كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَن تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ ۙ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِن كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
�Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu adalah empat kali bersumpah dengan Nama Allah, sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika ia termasuk orang-orang yang berdusta. Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas Nama Allah se-sungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat Allah atas-nya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.� [An-Nuur: 6-9]
Dari Ibnu �Abbas Radhiyallahu 'anhuma, bahwa Hilal bin Umayyah menuduh isterinya berzina di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan Syarik bin Sahma�, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, �Engkau datangkan keterangan (saksi) atau hukum cambuk mengenai punggungmu.� Ia berkata, �Wahai Ra-sulullah, apabila seseorang di antara kita melihat seorang laki-laki berada di atas isteri kita, apakah kita harus pergi mencari saksi?� Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap bersabda, �Engkau datangkan keterangan (saksi) atau hukum cambuk mengenai punggungmu.� Kemudian Hilal berkata, �Demi Rabb yang mengutusmu dengan kebenaran, sesungguhnya aku jujur. Sungguh Allah akan menurunkan ayat yang membebaskan punggungku dari cambukan.�
Setelah itu Jibril turun dengan ayat وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ sampai إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ , kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berpaling dan memanggil isteri Hilal. Hilal datang dan bersaksi, sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, �Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah seorang dari kalian berdua telah berdusta, apakah di antara kalian berdua ada yang bertaubat?� Kemudian isteri Hilal berdiri dan bersaksi, namun ketika sampai sumpah yang kelima, orang-orang meng-hentikannya dan berkata, �Sesungguhnya sumpah itu pasti ter-laksana.� Ibnu �Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata, �Wanita itu terdiam dan me-nundukkan kepalanya, sehingga kami mengira ia akan mengaku. Kemudian wanita itu berkata, �Aku tidak akan membuka aib kaumku selamanya.� Lalu wanita itu pergi. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, �Nantikanlah kelahirannya, apabila ia melahirkan anak yang mempunyai kelopak mata yang hitam (seperti dicelak), pantat montok dan betis yang gemuk, maka anak itu milik Syarik bin Sahma�. Kemudian benar ia melahirkan bayi yang memiliki ciri tersebut. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْلاَ مَا مَضَى مِنْ كِتَابِ اللهِ k لَكَانَ لَنَا وَلَهَا شَأْنٌ.
�Jika bukan karena apa yang telah lampau dari (keputusan) Kitabullah, sungguh akan ada urusan (hukum hadd) antara aku dan wanita itu.�� [1]
Beberapa Hukum Yang Berkaitan Dengan Li�an
Apabila suami isteri saling melaknat (li�an), maka ditetapkan hukum-hukum berikut disebabkan hal tersebut:
1. Perceraian
Berdasarkan hadits Ibnu �Umar Radhiyallahu 'anhua, ia berkata, �Sepasang suami isteri dari kalangan Anshar saling melaknat (li�an) di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau menceraikan keduanya.� [2]
2. Pengharaman selamanya
Berdasarkan perkataan Sahl bin Sa�d, �Telah ditetapkan oleh as-Sunnah untuk dua orang yang saling melaknat (li�an) agar keduanya dipisahkan dan keduanya tidak boleh bersatu kembali selamanya.� [3]
3. Isteri yang dituduh berzina berhak atas mahar dan nafkah yang telah diberikan.
Hal ini berdasarkan hadits dari Ayyub, dari Sa�id bin Jubair, ia berkata, �Aku bertanya kepada Ibnu �Umar, �Bagaimana hukum-nya seorang suami yang menuduh isterinya berzina?� Ia menjawab, �Dahulu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menceraikan sepasang suami isteri dari bani �Ajlan, beliau bersabda, �Allah mengetahui bahwa salah satu dari kalian berdusta, apakah di antara kalian ada yang bertaubat?�� Keduanya menolak. Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, �Allah menge-tahui bahwa salah seorang dari kalian berdusta, apakah di antara kalian ada yang bertaubat?� Keduanya tetap menolak, kemudian beliau menceraikan keduanya.�
Ayyub berkata, ��Amr bin Dinar berkata kepadaku, �Sesung-guhnya di dalam hadits ada sesuatu yang belum engkau sampai-kan (yaitu): �Suami itu berkata, �Bagaimana dengan harta pemberi-anku?� Beliau bersabda (atau ada yang mengatakan), �Engkau tidak lagi mempunyai hak atas harta itu, apabila engkau benar (dengan tuduhan itu), sesungguhnya engkau telah menggaulinya, namun apabila engkau dusta, maka harta itu lebih jauh lagi darimu.�� [4]
4. Anak yang dinisbatkan kepada isteri yang dilaknat (li�an)
Berdasarkan hadits Ibnu �Umar, �Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meminta sepasang suami isteri untuk sumpah li�an, lalu beliau meniadakan hubungan (nasab) suami dengan anak isterinya. Kemudian beliau menceraikan keduanya dan menisbatkan anak kepada isteri yang dili�an.�[5]
5. Saling mewarisi hanya ditetapkan antara isteri dan anaknya saja
Berdasarkan perkataan Ibnu Syihab dalam hadits Sahl bin Sa�d: ��Menjadi ketetapan hukum (Sunnah) setelah kejadian mereka berdua, untuk menceraikan suami isteri yang saling melaknat ke-tika isteri sedang hamil, maka anaknya dinisbatkan kepada ibu-nya.� Ia melanjutkan, �Kemudian berlaku hukum (Sunnah) dalam pewarisan isteri bahwasanya ia mewarisi anaknya dan anaknya me-warisi darinya, sebagaimana yang Allah tetapkan baginya.� [6]
|
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]
|