Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Religion > Islam

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 18th November 2010
Ulama Ulama is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: Nov 2010
Posts: 1,239
Rep Power: 16
Ulama mempunyai hidup yang Normal
Default Gelar Ksatria Untuk Orang Yang Menghina Nabi Muhammad

Sang "Ksatria" dan Pengabaian Dunia
Rabu, 20 Juni 2007
Gelar �Ksatria� untuk si pengina Nabi Muhammad jelas akan kembali melukai perasaan umat Islam. Namun, biasanya, Barat atau Eropa tetap mengabaikannya
Hidayatullah.com--Salman Rushdie mungkin bisa bersenyum dengan puas. Gelar �Ksatria� dari Ratu Elizabeth II yang beberapa hari lalu disematkan padanya, mungkin, cukup untuk menjelaskan pada dunia Islam, bila dirinya telah menang.
Maklum saja, hampir dua puluh tahun ia hidup dalam penderitaan. Ia terpaksa bersumbunyi dari negara satu ke negara lain. Meski saat itu negara Barat lansung memuji-mujinya, fatwa �hukuman mati� dari Pemimpin Tertinggi Iran Imam Khomeini, telah cukup membuat susah hidupnya.
Tepatnya, tahun 1988 ia hidup bersembunyi etelah menulis Novel �The Satanic Verses� (Ayat-ayat Setan) -nya dianggap menghina Rasulullah Muhammad SAW.
Tentu tak hanya Khomeini yang merasa tersinggung. Coba saja, isi �The Satanic Verses� nya itu bercerita tentang Jibril dan Muhammad. Dalam kisah itu, Jibril dan Muhammad digambarkan tengah telanjang dan bergumul di atas pasir dengan nafsu menggelora. Dalam novel itu, Rushdie menggambarkan, yang sedang bergumul dengan Muhammad itu sesungguhnya adalah setan yang menyamar dan membisikinya �wahyu�. Wahyu itulah yang kemudian disebut �ayat-ayat setan�, yang kini didakwahkan Muhammad kepada umatnya.
Tepatnya tanggal 14 Februari tahun 1989, Pemimpin Iran, Imam Khomeini, mengeluarkan fatwa hukuman mati atas dasar kemurtadan yang dilakukan Salman Rushdi.
Penulis Muslim asal Inggris itu dinilai telah murtad akibat menulis novelnya itu. Fatwa Khomeini juga mendapat dukungan luas dari sebagian besar ulama dunia Islam, Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan kalangan cendikiawan independen dunia. Sebaliknya, pemerintah Barat malah memberi perlindungan penuh kepada Salman Rushdi dengan alasan melindungi kebebasan penulisan. Bahkan, pencetakan dan pendistribusian besar-besaran buku ini justru dilakukan pemerintah Barat.
Sesama jenis
Rushdie lahir di Bombay pada tahun 1947. Bersama keluarganya pindah ke Karachi dan setelah itu berimigrasi ke Inggris saat itu umurnya masih 13 tahun. Ia menyelesaikan kuliahnya di jurusan sejarah di universitas Cambridge. Sejak itu, ia mengukir karir di London menjadi seorang penulis penuh.
Banyak sisi-sisi lain Rushdie yang jarang diangkat ke permukaan. Misalnya, ibunya, Vanita adalah seorang penari. Menurut beberapa catatan, Pada masa remajanya, Vanita beberapa kali melalui Salim Khan, gubernur Bombai, melakukan penghinaan terhadap masjid. Pernah ia meletakkan kepala babi di undak-undakan masjid kemudian lari menyembunyikan dirinya. Ia juga pernah membakar upacara orang-orang Hindu dan menyebarkan bahwa itu dilakukan oleh kaum Muslimin. Setiap kali ia melakukan penghinaan, ia mendapat bayaran dari Salim Khan.
Selama sekolah di Inggris, Salman Rushdie di masukkan asrama. Di tempat itu, dia berkenalan dengan anak Mesir, bernama Umar. Mereka kemudian menjalin percintaan sesama jenis. Sebagaimana dikutip sebuah situs pelajar Syiah Indonesia di Iran, konon, keduanya pernah bersepakat untuk menikah. Tak cukup itu, mereka dikabarkan membuka ajaran-ajaran agama yang memperbolehkan perkawinan sesama jenis. Ketika Madame Rosa ibu asrama mengetahui gelagat ini, ia menyurati ayah Umar yang berpangkat jenderal. Ayahnya datang untuk membawa anaknya pulang ke Mesir. Umar yang begitu cinta kepada Salman akhirnya membakar dirinya. Setelah Umar meninggal, Salman sangat terpukul dan memutuskan untuk membalaskan dendamnya terhadap agama-agama. Hingga kemudian memunculkan Novel kontroversial yang telah membuat tersinggung umat Islam sedunia.
Sebelumnya, ia juga menulis novel berjudul Midnight�s Children tahun 1981. Dengan buku itu ia mendapat hadiah sastra Inggris Booker Prize. Buku ini isinya mengkritik perlawanan rakyat India untuk merdeka dari tangan Inggris. Sekitar setengah juta naskah terjual. Pada tahun 1983 ia menulis buku Shame tentang kondisi Pakistan. Buku The Jaguar Smile: A Nicaraguan Journey 1987 adalah hasil dari perjalanan 3 minggunya ke Nikaragua. Karya-karya Rushdie yan lain adalah Haroun and the Sea of Stories (1990), The Moor's Last Sigh (1995), The Ground Beneath Her Feet (1999) dan Shalimar the Clown (2005).
Kembali ke publik
Fatwa mati Imam Khomaini telah membuat Salman Rusdhie hidup susah. Saat tinggal di London, Rushdie hidup dalam pengawalan ketat selama 24 jam. Kehidupan seperti itu, pernah diakuinya sebagai hal yang tak menyenangkan.
Meski demikian, ucapannya yang menyakiti perasaan umat Islam tak pernah berhenti. dalam sebuah artikel di The New York Times ia menyatakan, "Kaum fundamentalis mengira kita tidak punya keyakinan apapun. Untuk membuktikan bahwa mereka itu keliru, pertama-tama harus tahu bahwa mereka itu keliru. Juga sebelumnya kita perlu sepakat tentang apa yang patut dihitung: berciuman di tempat-tempat publik, sandwich babi, perbedaan pendapat, mode pembidas, sastra, kemurahan hati, pemerataan pendapatan di bumi, bioskop, musik, kebebasan berpikir, keindahan, cinta.... Dari kesepakatan itu kita tahu bagaimana semestinya hidup tanpa ketakutan sesuai pilihan dan yang kemudian akan mengantarkan kita pada kemenangan."
Rusdhie kembali ke hadapan publik pada tahun 1999. Tahun 2004 ia menikah dengan aktris India, Padma Lakshmi, di Manhattan.
Sabtu lalu, Ratu Elizabeth II ikut kembali memublikasikan ketokohannya dalam daftar penerima gelar �ksatria� dari kerajaan Inggris. Dan Rushdie, berhak menambahkan gelar �sir� di depan namanya. "Saya berdebar dan dibuat berendah diri atas kehormatan luar biasa ini, dan sangat berterima kasih bahwa kerja saya sudah diakui dengan begitu," ujarnya.
Namun, tentu berbeda dengan Iran dan Pakistan. Kemarin Iran menuding Inggris menderita islamofobia (ketakutan pada Islam) karena memberikan penghargaan kepada sosok yang dianggap sebagai musuh Islam.
"Memberikan gelar ksatria kepada salah seorang tokoh yang dibenci dunia Islam adalah tanda jelas adanya islamofobia di antara pejabat tinggi Inggris. Ini menempatkan Inggris pada posisi bertentangan dengan komunitas Islam sekaligus melukai perasaan mereka sekali lagi," kecam Jubir Deplu Iran Mohammad Ali Hosseini. Dia menambahkan, pemberian gelar tersebut sama saja dengan penghinaan terhadap umat Islam. Dan seperti biasa �sebagaimana pernah terjadi pada koran Denmark, Jyllands-Poste-- Barat maupun Eropa, selalu mengabaikannya. [cha, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]


Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 07:11 PM.


no new posts