FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
|||
|
|||
![]()
KISAH DUA SAHABAT
Suatu ketika dua orang sahabat yang berasal dari keluarga terpelajar dari Savatthi, bersama-sama menjadi bhikkhu. Yang seorang mempelajari Dhamma yang diajarkan oleh Buddha, dan sangat piawai berkotbah. Dia mengajar lima ratus bhikkhu sebagai murid. Bhikkhu lainnya berusaha keras dan tekun bermeditasi, sehingga ia berhasil mencapai tingkat kesucian arahat. Pada suatu kesempatan, bhikkhu kedua datang untuk memberi hormat kepada Buddha di Vihara Jetavana. Kedua sahabat tersebut pun bertemu. Bhikkhu ahli kotbah tidak mengetahui bahwa bhikkhu sahabatnya telah menjadi seorang arahat. Ia bahkan memandang rendah bhikkhu sahabatnya itu. Ia berpikir, bhikkhu ini hanya mengetahui sedikit Dhamma. Ia bermaksud untuk mengajukan pertanyaan kepada sahabatnya untuk membuatnya malu di hadapan umum, dan menambah kekaguman murid2nya sendiri kepada dirinya. Buddha mengetahui tentang maksud tidak baik itu. Buddha juga mengetahui bahwa kalau dibiarkan menghina seorang arahat, bhikkhu terpelajar itu akan terlahir kembali di alam kehidupan yang lebih rendah. Dengan dilandasi kasih sayang, Buddha mengunjungi kedua bhikkhu tersebut untuk mencegah sang terpelajar bertanya kepada bhikkhu sahabatnya. Buddha sendiri lah yang bertanya mengenai jhana dan Jalan Kesucian (magga) kepada bhikkhu yang menjadi guru itu. Ternyata ia tidak dapat menjawab, karena tidak mempraktekkan apa yang telah diajarkan. Bhikkhu sahabatnya yang telah mempraktekkan Dhamma, dan telah mencapai tingkat kesucian arahat, dapat menjawab semua pertanyaan. Buddha memuji bhikkhu yang telah mempraktekkan Dhamma (vipassaka), tetapi tidak satu kata pujianpun yang diucapkan Beliau untuk bhikkhu yang terpelajar (ganthika). Murid-murid yang berada di tempat itu tidak mengerti, mengapa Buddha memuji bhikkhu yang satu dan tidak memuji guru mereka. Karena itu, Buddha menjelaskan permasalahannya kepada mereka. Pelajar yang banyak belajar, tetapi tidak mempraktekkannya sesuai Dhamma adalah seperti pengembala sapi, yang menjaga sapi-sapi untuk memperoleh upah. Sedangkan seseorang yang mempraktekkan sesuai Dhamma adalah seperti pemilik yang menikmati lima manfaat dari hasil pemeliharaan sapi-sapi tersebut. Jadi orang terpelajar hanya menikmati pelayanan yang diberikan oleh murid-muridnya, bukan manfaat dari "Jalan" dan "Hasil Kesucian" (magga-phala). Kemudian Buddha membabarkan syair 19 dan 20 Dhammapada berikut ini: Bahumpi ce samhita bhasamano na takkaro hoti naro pamatto gopova gavo ganayam paresam na bhagava samannassa hoti. Appampi ce samhita bhasamano dhammassa hoti anudhammacari raganca dosanca pahaya moham sammappajano suvimuttacitto anupadiyano idha va haram va sa bhagava samannassa hoti. Biarpun seseorang banyak membaca kitab suci, tetapi tidak berbuat sesuai ajaran, maka orang lengah itu, sama seperti gembala sapi yang menghitung sapi milik orang lain. Ia tak akan memperoleh manfaat kehidupan suci. Biarpun seseorang sedikit membaca kitab suci, tetapi berbuat sesuai dengan ajaran, menyingkirkan nafsu indria, kebencian dan ketidaktahuan, memiliki pengetahuan benar dan batin yang bebas dari nafsu, tidak melekat pada apapun baik di sini maupun di sana; maka ia akan memperoleh manfaat kehidupan suci. |
![]() |
|
|