Ceriwis  

Go Back   Ceriwis > DISKUSI > Religion > Buddha

Reply
 
Thread Tools
  #1  
Old 18th November 2010
Buddha Buddha is offline
Ceriwis Lover
 
Join Date: Nov 2010
Posts: 1,075
Rep Power: 16
Buddha mempunyai hidup yang Normal
Default Deskripsi Singkat Latihan Samatha Kammatthana

Deskripsi Singkat Latihan Samatha Kammatthana



1. Pathavi kasina kammattha dan pencapaian jhana

Seseorang yang mengambil objek meditasi dengan memilih kasina tanah (pathavi kasina) untuk perenungannya. Seyogyanya memperhatikan sebongkah tanah di atas tanah atau alat berupa segumpal tanah yang merenungkannya dengan mengatakan didalam batin: "pathavi, pathavi, pathavi" atau "tanah , tanah ,tanah". Setelah merenungkan berulang kali untuk sejumlah waktu tertentu, gambaran alat-tanah yang kuat dan jelas akan muncul di dalam batin seolah-olah dilihat langsung oleh indera penglihatan(mata). Penampilan gambaran batin ini disebut uggaha nimitta(bayangan yang diperoleh).
Segera setelah bayangan (nimitta) ini menjadi kuat dan stabil di dalam batin, ia dapat pergi ke mana pun dan mengambil posisi apa saja, baik posisi duduk, berjalan,berdiri atau berbaring. Ia seyogyanya kemudian melanjutkan untuk merenungkan uggaha nimitta itu dengan mengatakan dalam batin"pathavi, pathavi, pathavi" atau "tanah, tanah, tanah". Selama waktu meditasi ini dapat terjadi bahwa batin tidak tetap terfokus pada objeknya namun sering kali mengembara/melayang-layang mengalami objek lainnya dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Batin sering berpikir akan objek-objek yang diinginkan nafsu indera. Ini adalah kamacchanda nivarana (rintangan batin keinginan nafsu indera).

2. Batin sering bercokol pada pikiran-pikiran sedih dan marah. Ini adalah vyapada nivarana (rintangan batin keinginan jahat/niat buruk).

3. Terdapat kekenduran di dalam meditasi dan batin sering bosan dan kabur. Ini adalah thina
middha nivarana (rintangan batin kemalasan dan kelambanan batin).

4. Batin sering tidak stabil serta gelisah, dan batin sering khawatir dalam merenungkan dalam
merenungkan perbuatan buruk melalui ucapan dan tindak-tanduk jasmani yang telah lampau. Ini adalah uddhaca kukkucca nivarana (rintangan batin kegelisahan dan kekhawatiran).

5. Batin sering memikirkan "apakah metode yang sedang dilakukan ini adalah sebuah metode
yang benar. Apakah metode ini dapat membawa hasil yang bermanfaat. Apakah ada kesempatan untuk meraih hasil yang baik." Ini adalah vicikiccha nivarana (rintangan batin keraguan skeptis).

Kelima rintangan (nivarana) ini seyogyanya dipotong segera setelah mereka muncul dan batin seyogyanya kembali mengambil objek 'ugghana nimitta' misalnya dengan merenungkan sebagai: pathavi, pathavi, pathavi' atau 'tanah, tanah, tanah'. Apabila batin kehilangan ugghana-nimitta sebagai objek, maka ia seyogyanya kembali ke tempat asal alat-tanah itu dan melakukan perenungan lagi: 'pathavi, pathavi, pathavi' atau "tanah, tanah, tanah" seperti yang dilakukan pada permulaan latihan. Kemudian ia seyogyanya kembali ke tempat yang sama dan melanjutkan dengan permenungan di dalam berbagai posisi tubuh, baik duduk, berdiri,berbaring maupun berjalan.
Dengan melakukan permenungan demikian terhadap objek uggaha nimitta secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama, objek tersebut akan 'terlihat' jelas dan mirip penampilan
kristal tidak seperti penampakan awalnya. Ini disebut 'patibhaga nimitta' (bayangan keseimbangan). Kondisi batin seperti ini dikenal dengan 'upacara samadhi' (konsentrasi berdekatan).
Kini, dengan secara berkesinambungan batin berada dalam 'upacara samadhi' dengan objeknya patibhaga nimitta, batin mencapai satu keadaan seolah tenggelam ke dalam objek dan berdiam secara menetap di dalamnya. Tahap ketetapan dan kestabilan batin ini dikenal sebagai 'appana samadhi' (konsentrasi pencapaian). Terdapat empat jenis Appana samadhi untuk rupa jhana, yaitu:

a. Jhana pertama
b. Jhana kedua
c. Jhana ketiga
d. Jhana keempat

Di dalam jhana pertama lima faktor batin yang hadir secara nyata adalah:

a. Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan/perenungan awal/pengarahan terhadap objek (vitakka)
b. Faktor batin yang berfungsi dalam penerapan penambatan terhadap objek (vicara)
c. Faktor batin yang berfungsi dalam menimbulkan suka cita/kegiuran (piti)
d. Faktor batin yang berfungsi dalam menimbulkan kegembiraan (sukkha)
e. Faktor batin yang berfungsi dalam konsentrasi terfokus kuat terhadap objek (ekaggata)

Seseorang yang telah mencapai tahap jhana pertama dan ahli, melihat ketidakpuasan di dalam dua faktor batin pertama di atas, yaitu vitakka dan vicara, melanjutkan lagi melakukan
perenungan untuk mengatasi kedua faktor batin tadi, dan berhasil mencapai tahap jhana kedua, yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada tiga, yaitu piti, sukha, dan ekaggata.
Dengan melihat ketidakpuasan yang terdapat di dalam 'piti' ia melanjutkan dengan perenungannya untuk mengatasi piti dan berhasil mencapai tahap jhana ketiga yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada dua, yaitu sukha dan ekaggata.
Dengan melihat ketidakpuasan yang terdapat di dalam 'sukha' ia melanjutkan dengan perenungan untuk mengatasi faktor batin sukha tersebut dan berhasil mencapai tahap jhana keempat yang kondisi faktor batin paling menonjolnya ada dua, yaitu 'upekkha' (keseimbangan) dan ekaggata.
Inilah diskripsi singkat cara untuk merenungkan pathavi kasina dan pengembangan bertahap keempat tingkat jhana. Hal yang sama dapat dilakukan untuk kasina yang lain.
Di dalam hal seseorang yang memilih salah satu pokok meditasinya 'asubha' sebagai subjek konsentrasinya, ia seyogyanya melihat ke arah seonggok mayat membengkak, atau mayat membiru, dan seterusnya, dan merenungkan dengan mengatakan di dalam batin 'mayat membengkak, mayat membengkak,' 'mayat membiru, mayat membiru', dan seterusnya.
Ia seyogyanya kemudian melaksanakan perenungan di dalam cara yang sama seperti kasus pathavi kasina. Perbedaan yang ada adalah bahwa perenugan subjek asubha hanya akan mengantarkan untuk pencapaian tingkat jhana pertama.

Perenungan terhadap 32 bagian tubuh, (kayagata sati) juga hanya akan mengantarkan untuk pencapaian tingkat jhana pertama.
Delapan perenungan yang terdiri dari Buddhanussati sampai dengan marananussati; makanan yang menjijikan (aharepatikkula sanna); dan analisa empat unsur (catu dhatu vavatthana) akan membawa hanya sampai tahap upacara samadhi.Tiga dari empat brahma vihara, yaitu metta, karuna dan mudita akan membawa sampai dengan tingkat jhana ketiga, namun seseorang yang telah melakukan meditasi melalui perenungan satu dari tiga brahma vihara ini yang telah mencapai tingkat jhana ketiga, juga akan mencapai tingkat jhana keempat dengan melaksanakan perenungan brahma vihara keempat, yaitu upekkha.
Mereka yang telah mencapai tingkat jhana keempat melalui permenungan kasina, akan mencapai tingkat-tingkat 4 arupa jhana dengan merenungkan empat arupa secara berurutan.

2. Anapanasati Kammatthana

Seseorang yang memilih anapanasati sebagai subjek perenungan seyogyanya tinggal di tempat yang sunyi dan duduk dengan kaki bersila atau di dalam cara yang nyaman sehingga dapat duduk di dalam jangka waktu yang cukup lama, dengan badan yang tegak, dan kemudian menetapkan perhatiannya pada celah/lubang hidung.
Ia kemudian akan mengetahui secara jelas sensasi sentuhan di ujung hidung atau di sisi sebelah atas bibir,yang disebabkan oleh kontak berkesinambungan dari aliran nafas masuk dan keluar. Aliran ini seyogyanya diamati pada titik sentuhannya dan direnungkan dengan mengatakan dalam batin:"keluar, masuk, keluar, masuk" pada setiap aktivitas nafas masuk dan nafas keluar.
Batin seyogyanya tidak pergi bersama aliran itu,baik perjalanan nafas masuk maupun perjalanan nafas keluar,namun seyogyanya tetap pada titik sentuhan tadi.
Selama di dalam perenungan, akan terdapat banyak rintangan di mana batin akan mengembara/melayang-layang. Rintangan ini seyogyanya tidak diikuti lebih lanjut, namun
perhatian seyogyanya dikembalikan ke titik sentuh dan merenungkan kembali sebagai " masuk, keluar, masuk, keluar" sesuai aktivitas nafas masuk dan nafas keluar.

Dengan cara berkesinambungan mengamati titik sentuhan dan melaksanakan perenungan:

a. Nafas masuk dan nafas keluar yang panjang menjadi jelas teramati ketika mereka panjang.
b. Nafas masuk dan nafas keluar yang pendek menjadi jelas teramati ketika mereka pendek.
c. Setiap rangkaian nafas masuk dan nafas keluar yang lembut pada awal, pertengahan dan akhirnya menjadi jelas teramati dari titik sentuhan ujung hidung hingga ke tempat nafas itu meninggalkan hidung, dan
d. Perubahan bertahap dari nafas masuk dan keluar yang kuat ke nafas masuk dan keluar yang lebih halus menjadi jelas teramati.

Sejalan dengan nafas masuk dan keluar menjadi lebih halus dan lebih halus lagi, maka nafas tersebut akan 'tampak' seolah nafas tersebut padam total. Di dalam kasus seperti ini, umumnya waktu terbuang untuk mencari objek nafas masuk dan nafas keluar dengan mencoba meneliti penyebab padamnya nafas dan akhirnya tetap sia-sia tanpa melaksanakan perenungan. Namun demikian,janganlah membuang waktu dengan cara demikian; apabila batin dengan penuh perhatian kembali tetap mengamati titik sentuhan pada ujung hidung atau sisi bibir sebelah atas maka aliran nafas masuk dan keluar yang halus akan 'tampak' lagi dan akan tercerap dengan sangat jelas.
Dengan terus-menerus merenungkan nafas masuk dan nafas keluar, maka aliran nafas itu akan tergambar/terbayangkan dalam bentuk atau ukuran khusus.
Berikut ini adalah yang dinyatakan di dalam kitab visuddhi magga (jalan Kesucian/kemurnian batin).
Untuk orang tertentu, nafas masuk dan nafas keluar 'tampak' seperti sebuah bintang atau sebuah permata atau sebuah berlian, bagi yang lainnya dengan sebuah sentuhan kasar seperti dari kain sutera, atau sebuah tonggak terbuat dari hati kayu, bagi yang lainnya mirip benang panjang terurai atau sekuntum bunga atau segumpal asap rokok, sedangkan bagi yang lainnya mirip sebuah sarang laba-laba
atau sebuah lapisan awan atau sekuntum bunga teratai atau sebuah roda kereta atau sebuah piringan bulan atau matahari. Dinyatakan bahwa keragaman bentuk atau objek bayangan itu disebabkan oleh perbedaan (sanna) individu yang mengalaminya. Bentuk objek yang khusus ini adalah "patibhaga nimitta".

Konsentrasi (samadhi) yang kemudian dikembangkan dengan 'patibhaga nimitta' sebagai objeknya, disebut 'upacara samadhi'.
Dengan secara berkesinambungan merenungkan dibantu oleh upacara samadhi maka tingkat appana samadhi dari tahapan 4 rupa sebagai dasar untuk merealisasi nibbana.
Mereka yang berhasrat untuk melatih vipassana seyogyanya pertama-tama dibekali dengan seperangkat pengetahuan, proses perubahan yang terus-menerus; oleh karena itu jasmani dan batin tidak kekal, tidak memuaskan dan tidak mengandung kepemilikan/keakuan/'atta'.


Reply With Quote
Reply


Posting Rules
You may not post new threads
You may not post replies
You may not post attachments
You may not edit your posts

BB code is On
Smilies are On
[IMG] code is On
HTML code is Off


 


All times are GMT +7. The time now is 03:40 PM.


no new posts