Login to Website

Login dengan Facebook

 

Post Reply
Thread Tools
  #1  
Old 18th November 2010
Buddha
Ceriwis Lover
 
Join Date: Nov 2010
Posts: 1,075
Rep Power: 16
Buddha mempunyai hidup yang Normal
Default Nasehat terakhir Bhante Ananda

Nasehat terakhir Bhante Ananda
Sumber: Theragatha 17.3


Inilah nasehat terakhir Bhante Ananda:

82.000 ajaran dari Sang Buddha
telah aku terima;
2.000 lagi dari murid beliau;
Sudah 84.000 yang aku ketahui.

Siapapun yang tak pernah mendengar dan memahaminya,
Ia hanya tumbuh layaknya seekor lembu:
Hanya badannya saja yang tumbuh bertambah besar,
Tetapi kebijaksanaannya tidak menambah.

Siapapun yang telah mendengar dan belajar banyak,
Tetapi menghina dan mencela ia yang tak belajar banyak,
Ia hanyalah bagaikan si buta yang memegang lampu.
Begitulah aku seharusnya menganggap orang seperti itu.

Kalian seharusnya mengikuti ia yang telah belajar banyak,
Dengan demikian apa yang telah diturunkan tersebut tak akan dilupakan,
Inilah akar sejati dari kehidupan suci;
Demikianlah kalian seharusnya menjadi pelindung Dhamma ini.

Mengetahui awal dan akhirnya,
Mengerti jelas juga maknanya;
Pandai dalam penggunaan bahasa dan lainnya;
Makna yang dipahaminya tersebut dijadikan sumber renungan.

Tekun dalam menerapkannya,
Ia berusaha mengambil maknanya secara seimbang,
Pada saat yang tepat ia akan berupaya,
Memusatkan pikirannya.


Commentary:

Ini adalah nasehat terakhir Bhante Ananda, pendamping setia Sang
Buddha. Nasehat ini diberikan oleh Bhante Ananda setelah ia mencapai
kesucian Arahat. Saat itu Sang Buddha telah mencapai parinibbana,
dan telah muncul cukup banyak perselisihan di dalam Sangha.

Nasehat ini diberikan oleh Bhante Ananda sebagai upaya untuk
meneruskan ajaran Sang Buddha kepada generasi berikutnya (peran
seorang pengawal Dhamma). Tentunya saat itu kedua murid utama Sang
Buddha telah tiada, Bhante Sariputta dan Maha Moggalana. Dari semua
murid Sang Buddha, Bhante Ananda dianggap sebagai yang paling
terpelajar (paling banyak mendengar dan mengetahui ajaran Sang
Buddha). Di beberapa kesempatan, Bhante Sariputta sendiri bertanya
kepada Bhante Ananda tentang perihal Dhamma, dan menyanjungnya
sebagai bhikkhu yang paling terpelajar diantara semua pengikut Sang
Buddha.

Dari syair terakhir Bhante Ananda ini, kita dapat mempelajari banyak
hal. Pertama, Bhante Ananda menjelaskan dirinya sebagai pewaris
Dhamma Sang Buddha. Tujuan dari pernyataannya ini adalah untuk
menyadari bhikkhu-bhikkhu lainnya bahwa ia adalah bhikkhu yang tepat
untuk mengajari ajaran Sang Buddha yang telah banyak ia pelajari.
Seorang Arahat tentunya sudah tidak memiliki sedikitpun keangkuhan.
Hanya atas rasa belas kasihan inilah Bhante Ananda menjelaskan
kwalitas dirinya ini agar yang lain mampu mengambil manfaat
sebesarnya dari dirinya.

Kedua, Bhante Ananda sangat menjunjung tinggi Dhamma. Ia sangat
menghargai mereka yang belajar banyak Dhamma, tetapi ia tak
menghargai mereka yang menghina dan mencela orang lain hanya karena
mereka telah belajar banyak. Menarik sekali mendengar beliau
memberikan perumpamaan "orang buta yang memegang lampu." Tentunya
mereka yang menghina dan mencela tidak mampu mengambil manfaat dari
Dhamma tersebut; mereka hanya sekedar memegangnya saja. Sesungguhnya
Dhamma yang sangat mulia ini sekalipun hanya pantas dipergunakan
untuk diambil manfaatnya saja, bukan untuk dekorasi dan bukan untuk
pameran.

Ketiga, Bhante Ananda kembali menjelaskan pentingnya mempelajari
Dhamma. Beliau menyebutkannya sebagai fondasi dari kehidupan suci.
Akar atau fondasi adalah sesuatu yang mempertahankan keberlangsungan,
yang seharusnya dianggap sangat penting. Lagi-lagi Beliau
menyarankan bhikkhu-bhikkhu muda untuk tekun mempelajari Dhamma.
Beliau mengatakan bahwa ia yang tekun mempelajari Dhamma bukan hanya
hidup selayaknya seorang bhikkhu, akan tetapi ia juga mengawal
keberlangsungan Dhamma ini. Tentunya inilah yang dikenal dalam
ajaran Sang Buddha sebagai "demi manfaat untuk diri ini dan orang
lain."

Keempat, Bhante Ananda mengajari kita cara mempelajari Dhamma ini.
Banyak yang menganggap mempelajari Dhamma itu adalah satu hal,
meditasi adalah hal lain, dan tak ada hubungan (penghubung) antar
kedua hal ini. Anggapan ini tentunya salah. Mempelajari Dhamma
seharusnya dianggap sebagai fondasi. Dan bagaimanakah pengetahuan
Dhamma berfungsi sebagai fondasi? Hal ini dijelaskan oleh Bhante
Ananda.

Dalam mempelajari kotbah Sang Buddha, kita seharusnya memahami
situasi dan kondisi saat kotbah tersebut diberikan. Bila Sang Buddha
memberikan kotbah kepada mereka yang pelatihan dirinya ekstrim, maka
kita dapat mengharapkan kotbah Sang Buddha akan bersifat mengendorkan
pelatihan ekstrim mereka. Bila saja kotbah itu ditujukan kepada
mereka yang kendor pelatihannya, maka kita dapat mengharapkan kotbah
Sang Buddha akan terkesan tegas. Jadi dalam mempelajari Dhamma kita
seharusnya pandai dalam menilai hal-hal seperti ini. Dan ketika kita
telah belajar banyak, kita mampu mengetahui mana bagian yang patut
dibabarkan pada awalnya, mana bagian yang patut dibabarkan pada
akhirnya. Maksud dari awal dan akhir ini adalah penguraian tersebut
seharusnya ditujukan kepada tingkat pemula terdahulu, setelah itu
baru secara bertahap-tahap dijelaskan sesuai tingkatnya. Bila tidak,
orang lain akan kewalahan dan tak akan mampu mengerti ajaran
tersebut. Misalnya, banyak yang mengikuti meditasi Buddhis tanpa
mengetahui dasar ajaran Sang Buddha terdahulu. Banyak yang mempelari
terdahulu ajaran yang seharusnya dipelajari akhir, dan setelah itu
mempelajari ajaran awal. Ketika mereka tak jeli maka mereka tak akan
mengerti Dhamma ini.

Tentunya dalam mempelajari Dhamma, mengerti maknanya adalah yang
terpenting. Penggunaan bahasa dan lainnya bersifat mendukung
terhadap pemahaman makna ini. Bila saja seseorang tak pandai
menggunakan bahasa, maka para pendengar tak akan mampu mengambil
maknanya. Bhante Ananda mengatakan bahwa kita seharusnya pandai
dalam mengambil makna, setelah itu kita renungi makna itu. Banyak
yang menganggap mantra dan paritta seharusnya dibaca saja tanpa perlu
dimengerti artinya. Dari penjelasan Bhante Ananda ini, tentunya kita
seharusnya membaca untuk memahami maknanya. Membaca tanpa mengerti
maknanya bukanlah Dhamma. Membaca dengan mengerti maknanya itulah
Dhamma. Membaca sambil merenungi maknanya adalah perenungan terhadap
Dhamma. Tentunya membaca tidak harus selalu membaca dengan suara;
membaca dalam hati adalah termasuk perenungan Dhamma yang dijelaskan
oleh Bhante Ananda.

Pada akhirnya Bhante Ananda mengajari kita bagaimana seseorang yang
tekun mempelajari Dhamma akan mencapai Nibbana. Dhamma yang
dipelajari tersebut diambil maknanya dengan bijaksana. Di sinilah
terdapat banyak keraguan dan kesalahpahaman. Ada yang salah dalam
mengambil maknanya dan tak menyadarinya. Ada yang ragu dan tak mampu
mengambil maknanya. Ia yang telah melewati tahap ini akan menuju ke
tahap berikutnya, yakni berupaya lebih giat lagi untuk mengurangi
nafsu kebencian dan keserakahan. Dan akan tiba saatnya ketika
pikirannya yang telah bersih dari kebencian dan keserakahan ini akan
terpusat dan meraih konsentrasi. Saat itulah pikiran yang
terkonsentrasi tersebut akan langsung melihat empat kesunyataan mulia
ini: dukkha, asal mulanya dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan menuju
lenyapnya dukkha. Dengan terlihatnya empat kesunyataan mulia ini
dengan pikiran yang terkonsentrasi, maka semua keterikatan akan
lenyap.

Syair Bhante Ananda ini mengandung makna yang luar biasa. Apa yang
telah beliau ketahui telah beliau tunjukan kepada kita. Begitulah
sifat mulia beliau yang patut kita kenang dan telusuri


Sponsored Links
Space available
Post Reply

« Previous Thread | Next Thread »



Switch to Mobile Mode

no new posts