FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Lounge Berita atau artikel yang unik, aneh, dan menambah wawasan semuanya ada disini dan bisa dishare disini. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Grup Djarum, melalui bendera Global Digital Prima Venture, menanamkan dana segar Rp 1 trilyun lebih ke forum online Kaskus. Mulai fokus mengembangkan forum jual-beli dan sistem pembayaran. Mampukan Kaskus melewati kiamat kedua bisnis online? "Menuju TKP, Gan." Kalimat di atas stiker kecil bergambar bajaj itu mencuri perhatian setiap tamu yang hendak masuk ke markas forum online Kaskus di sebuah rumah kelir putih di Jalan Melawai 10, Jakarta Selatan. Kata "Gan" mengingatkan pada sapaan tak bersekat di antara ceriwiser yang populer di forum online terbesar se-Indonesia ini, yang berkibar di bawah bendera usaha PT Darta Media Indonesia (DMI). Sedari dulu, tidak ada perubahan besar pada rumah yang bagian depannya diapit pohon mangga dan kelengkeng itu. Aktivitas rutin tiap Senin, seperti rapat, masih tetap dilakoni Ken Dean Lawadinata, Chief Executive Officer (CEO) DMI. Hanya ruangan depan tanpa sekat yang makin terasa sempit dijejali 40 kru Kaskus. Namun, tak lama lagi, rumah seluas 200 meter persegi itu bakal jadi kenangan. DMI akan menempati kantor baru. "Letaknya di Menara Palma Kuningan," kata Devi Apriani, staf Media Relations DMI. Untuk menampung 30 karyawan baru, kantor lama mesti ditinggalkan. Penambahan personel pengelola Kaskus ini tidak bisa dilepaskan dari langkah strategis DMI menerima pinangan Global Digital Prima Venture (GDP), sebuah anak usaha Grup Djarum. Kesepakatan antara SMI dan GDP yang dilansir pada 9 Maret lalu itu menandai geliat baru bisnis online. Proses Kaskus bersedia menerima gelontoran dana dari GDP itu punya arti tersendiri. Pasalnya, para pengelola Kaskus sudah berkali-kali menampik tawaran kerja sama, investasi, dan akuisisi pihak luar. Pada September 2008, misalnya, Andrew Darwis, pendiri dan Chief Technical Officer DMI, pernah mengungkapkan soal ajakan kerja sama dari orang-orang Microsoft Indonesia dan Yahoo! Asia. IDG Ventures pun berminat untuk ikut investasi. Namun tidak ada yang jadi. Upaya investor mendekati Kaskus tidak pernah surut. Menurut Ken, CEO DMI, pada akhir 2009 ada satu investor asing yang berniat mengakuisisi Kaskus. Tawaran itu tidak ditanggapi. Alasannya. "Karena kami memang nggak berniat menjual Kaskus," kata Ken ketika ditemui di kantornya, Senin lalu. Berkali-kali sinyal penolakan tetap tidak membuat investor berhenti mendekati. Memasuki tahun 2010, tawaran investasi ke Kaskus makin banyak. Menurut Ken, total ada sembilan perusahaan. Lima di antaranya dari luar. Kaskus tidak sreg dengan para investor dari luar. "Mereka akhirnya ingin mengakuisisi. Padahal, kami tidak ingin diambil alih," ungkapnya. Para pengelola Kaskus menilai, investor luar negeri tidak memberikan nilai tambah. Lagi pula, Kaskus merasa belum terlalu butuh dana segar dari pihak lain karena performa perusahaan ini bagus. "Jadi, kami nggak merasa butuh," tutur Ken. Pionir forum online di Indonesia itu hampir tanpa saingan berarti. Setiap tahun selalu masuk enam besar. Berdasarkan pemeringkat situs internet Alexa.com, per 27 Maret Kaskus menempati posisi keenam top website di Tanah Air, di bawah lima merek situs dunia. Statistik teranyar, per Februari 2011, menunjukkan bahwa pengunjung Kaskus mencapai 53 juta dan jumlah halaman yang diakses per bulan mencapai 900 juta. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, pengelola Kaskus merasakan kebutuhan akan investasi baru. Investasi itu diarahkan untuk membangun forum jual-beli atau e-commerce, dengan sistem pembayaran tersendiri. "Jadi, merasa butuh partner yang ngerti prosedur kerja financial institution," ungkap Ken. Karena masih fokus pada konsumen lokal, Kaskus butuh mitra dengan jaringan di dalam negeri, sekaligus pengalaman di bidang keuangan. "Kalau asing, mereka juga tidak punya jaringan di sini," tutur Ken. Siapa mereka? Ken enggan menjawab. "Itu tak boleh disebut," katanya. Ken hanya memberi gambaran, para pelamar asing itu adalah pemain besar dunia di bisnis online. Bila ditelusuri, pengelola situs yang duduk di peringkat lima teratas versi Alexa.com akan mudah ditemukan. Mereka adalah Google, Facebook, YouTube, Yahoo!, dan Blogger. Merekakah yang menaksir Kaskus? *** Sementara itu, menurut sumber Gatra, dari empat perusahaan lokal yang tertarik berinvestasi di Kaskus, tiga di antaranya adalah perusahaan media yang punya stasiun televisi swasta. Para pengelola Kaskus merasa tidak sreg, khawatir Kaskus dijadikan kendaraan untuk kepentingan politik. Akhirnya, pilihan jatuh pada GDP Venture, yang dinilai steril dari kepentingan politik. Meskipun terdengar asing, nama GDP bukanlah perusahaan ecek-ecek. Ia tak lain anak usaha Grup Djarum yang dipegang Martin Basuki Hartono, generasi ketiga keluarga pemilik Djarum. Martin adalah putra Robert Budi Hartono, pemilik Djarum yang menjadi orang terkaya di Indonesia versi teranyar Forbes. Proses masuknya anak usaha Grup Djarum ke Kaskus itu sebenarnya tidak terlampau mulus. Menurut Ken, awal tahun lalu, Martin sudah mengutarakan minat. "Tapi pada waktu itu mentah," tuturnya. Pada medio Desember lalu, Martin balik dengan bendera Global Digital Prima. "Pada waktu dia masuk, kami sedang dalam proses dengan satu investor dari Cina," ujar Ken. Kedatangan Martin kali ini disambut dengan karpet merah. Dalam waktu dua minggu, kata sepakat sudah didapat. "Awal tahun sudah teken persetujuan," tutur Ken. Selama negosiasi, para petinggi Kaskus langsung berhubungan dengan Martin. "Hubungan kami memang dengan Martin. Global Digital Prima itu kendaraan," ungkapnya. Kaskus merasa, kelompok usaha Djarum punya pengalaman dan jaringan kuat di dunia keuangan. "Kami butuh mereka, terutama dalam hal pembangunan sistem keamanan dan customer service untuk payment system yang akan kami kembangkan," ujarnya. Hal inilah yang dibutuhkan Kaskus ketika hendak bermetamorfosis menjadi forum online dengan basis institusi keuangan yang kuat lewat pengembangan e-commerce bersistem pembayaran tersendiri. Grup Djarum memang punya pengalaman dalam mengelola lembaga keuangan. Grup itu, misalnya, memiliki mayoritas saham Bank Central Asia (BCA). Ken mengakui pentingnya kerja sama dengan BCA ke depan, terutama dalam hal pengembangan payment system. "Customer service BCA itu kan yang terbaik se-Indonesia," katanya. Kaskus makin sreg karena GDP bersedia menerima syarat dari Kaskus: manajemen Kaskus tidak boleh dicampuri. "Jadi, kami nggak mau manajemen Kaskus diatur. Yang berhak mengambil keputusan tetap kami sendiri," tutur Ken. Komposisi manajemen Kaskus pun tak berubah. "Martin tidak memasukkan seorang pun ke dalam manajemen," paparnya. Secara formal, posisi Martin di Kaskus hanyalah pemegang saham. Namun, Ken menjelaskan, hubungan di Kaskus tidaklah seformal perusahaan lain. Apalagi, Martin kenal dekat dengan para petinggi Kaskus sejak dua tahun lalu. "Martin bisa saja ke sini untuk ngobrol atau apa. Bahkan sebelum dia masuk juga sudah begitu," Ken memaparkan. Saking dekatnya, hampir tiap pekan dia berkunjung. "Sekadar ngobrol atau rapat," ujar Ken. *** Dari latar belakangnya, kelompok usaha Djarum sebenarnya tergolong baru di ranah bisnis online. Masuknya Djarum ke bisnis online dimulai pada tahun lalu, dengan mendirikan Global Digital Prima dan mengakuisisi sejumlah situs internet baru. Antara lain Krazymarket.com, Infokost.net, Dailysocial.net, Bolalob.com, dan Lintasberita.com. Kelimanya lalu dikelola dalam satu unit bisnis berlabel Merah Putih Incubator. Melalui Kaskus, GDP dinilai ingin diakui sebagai pemain bisnis online. Kredibilitas di mata pemain bisnis online akan terdongkrak. Lalu, berapa besar investasi yang harus dikucurkan GDP? Ken menolak menjawab. Juga soal persentase saham Kaskus yang menjadi milik Grup Djarum. "Kami terikat perjanjian untuk tidak mengumumkan hal itu," katanya. Namun, Ken menyatakan, munculnya beragam tafsiran nilai duit yang mengucur itu adalah hal yang lumrah. "Cuma, saya bisa kasih ancarannya. Kan, ada yang bilang Rp 1 trilyun atau Rp 1,5 trilyun. Terserah sih mau dianggapnya berapa," tuturnya. "Banyak memang yang menebak. Dan kami melihat, sudah ada beberapa yang tepat, meski saya tidak bisa menyebutkan," Ken menambahkan. Berapa persisnya komitmen fulus dari DGP, tampaknya lumayan besar. Yang jelas, menurut Ken, dana yang cair sejak awal Januari lalu itu dapat dipakai untuk ekspansi selama tiga tahun ke depan. Kaskus berencana memakai dana segar GDP itu untuk pengembangan forum jual-beli (FJB) dan sistem pembayaran (payment system). Ken menilai, masa depan Kaskus terletak pada FJB dan payment system. "Rencananya kelar pertengahan tahun ini juga," katanya. Hingga kini, iklan masih menjadi andalan. Total, lebih dari US$ 1 juta per tahun. "Namun diprediksi, pemasukan iklan bakal mentok," kata Ken. Jika dilihat dari sisi FJB, Kaskus akan mendapatkan banyak pesaing. Minat besar ini muncul karena FJB dianggap lebih mudah mendatangkan uang dengan cara menarik biaya dari penggunanya. Itulah yang sedang dikembangkan Arnold Sebastian, Presiden Direktur Tokobagus.com, yang menempati peringkat ke-23 situs teramai. "Kami e-commerce murni, Kaskus tidak, sehingga traffic-nya beda jauh," kata Arnold kepada Rivki Maulana dari Gatra. Pada tahun ini, Arnold menargetkan jumlah transaksi naik hingga 200%. Survei pada Januari lalu menunjukkan, nilai transaki penjual dan pembeli di Tokobagus.com mencapai Rp 300 milyar. Arnold yang sedang mengajukan proses menjadi warga negara Indonesia menepis keraguan analis menyangkut bisnis e-commerce yang bakal surut karena jenuh. "Penetrasi internet di sini masih rendah dan akan tumbuh pesat karena didukung perkembangan teknologi informasi," ujar pria berkewarganegaraan Belanda itu. Peluang terbuka ini ditangkap para pemain media online untuk ikut-ikutan menggarap bisnis online secara besar-besaran. *** Terkait:
|
![]() |
|
|