London - Di zaman modern, perempuan berperan sama penting dengan laki-laki di bidang politik, sosial dan ekonomi. Namun rupanya itu tidak merata di seluruh dunia. Sebuah riset terbaru menunjukkan ada 5 negara yang paling berbahaya untuk perempuan. Apa saja?
Yayasan Thomson Reuters merilis sebuah polling di London, Inggris dengan mewawancarai 213 pakar gender di lima benua. Mereka ditanya mengenai 5 negara paling berbahaya. Hasilnya, Afghanistan menjadi negara paling berbahaya di dunia untuk perempuan.
"Konflik berkelanjutan, serangan udara NATO, budaya yang tidak mendukung, membuat Afghanistan menjadi tempat paling berbahaya untuk perempuan," kata Antonella Notari, kepala Women Change Makers, kelompok pendukung enterpreneur perempuan internasional, seperti dilansir Reuters, Rabu (15/6/2011).
Selain itu di Afghanistan, perempuan juga mendapatkan intimidasi jika berani mengambil peran publik yang menantang stereotipe gender. "Misalnya bekerja menjadi polwan atau penyiar berita, mereka sering diintimidasi atau dibunuh," kata Notari.
Setelah Afghanistan, negara paling berbahaya nomor dua adalah Kongo. Kongo berbahaya untuk perempuan karena tingginya tingkat pemerkosaan.
Pakistan, India dan Somalia berturut-turut di urutan ketiga, keempat dan kelima. Negara ini dianggap berbahaya karena tingginya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan, diskriminasi ekonomi, sampai praktik budaya yang membahayakan perempuan misalnya pernikahan anak-anak atau pembunuhan bayi perempuan.
"Jika seorang perempuan tidak bisa mengakses kesehatan karena kesehatan perempuan tidak menjadi prioritas, hal itu pun bisa menjadi situasi yang berbahaya juga," kata Elisabeth Roesch, dari International Rescue Committee di Washington, AS.
Nah, bagaimana dengan posisi Indonesia? Para perempuan di Tanah Air bisa bersyukur. Indonesia tidak masuk dalam negara yang berbahaya untuk perempuan. Survei ini hanya fokus menanyakan 5 negara saja di dunia yang berbahaya untuk perempuan. Ada pun negara keenam dan ketujuh yang ikut muncul dalam survei ini adalah Sudan dan Haiti, namun tidak menjadi fokus survei.
sumber