|
Go to Page... |
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
[/quote][quote] Yogyakarta � Di Yogyakarta, kualitas penanganan kesehatan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) masih memprihatinkan. Salah satu sisi yang sangat ironis adalah kesadaran dokter untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Persoalan yang paling teruk yakni banyak sekali dokter masih khawatir akan terinfeksi HIV dari ODHA. Padahal penanganan medis ODHA memiliki standar prosedur tersendiri. "Sampai sekarang pun masih ada dokter yang pilih-pilih pasien dan tidak mau menangani pasien dengan HIV/AIDS (ODHA). Padahal sudah terdapat standard operating procedure (SOP) untuk dokter dan praktisi kesehatan dalam penanganan pasien HIV/AIDS," jelas Dr. Ramona Sari, Kepala Divisi Kesehatan Reproduksi dan HIV&AIDS Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Pusat (PKBI Pusat) dalam acara Pertemuan Nasional AIDS IV tahun 2011 di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta, Selasa (4/10). Memang, HIV AIDS (Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah penyakit yang belum bisa disembuhkan dan belum ada obatnya. Penularannya terjadi dari cairan ditubuh maka itu penting untuk mengetahui cara-cara penularan HIV/AIDS. Cairan yang berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain. Jadi penularan melalui ciuman tidak terjadi. Menurut Dr. Ramona, untuk urusan kesehatan seksual dan reproduksi, hak ODHA pun seringkali tidak diperhatikan, padahal ODHA juga masih mempunyai hak yang sama. Seperti halnya hak reproduksi yang merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), yang telah diakui oleh hukum nasional, dokumen internasional dan dokumen kesepakatan atau perjanjian lainnya. Dr. Ramone mengatakan ODHA juga memiliki hak seksual yang berkaitan dengan aktivitas seksual, antara lain memperoleh standar tertinggi dari standar kesehatan seksual, memperoleh akses pelayanan kesehatan seksual, mencari, menerima dan mendapat informasi yang berkaitan dengan seksualitas, memperoleh pendidikan seks, memperoleh respek jasmani seutuhnya, memilih pasangannya, memutuskan untuk melakukan aktivitas seksual atau tidak, menyetujui hubungan seksual, menyetujui pernikahan, memutuskan apakah akan mempunyai anak atau tidak, dan kapan akan mempunyai anak, meneruskan kehidupan seks yang memuaskan, aman dan menyenangkan. Selain itu, Dr. Ramone juga menyampaikan adanya keuntungan keterkaitan program Sexual Reproductive Health and Rights (SRH) dan HIV & AIDS yaitu perbaikan akses pelayanan SRH dan HIV&AIDS (termasuk bagi ODHA sesuai dengan kebutuhannya), mengurangi atau menghilangkan stigma dan diskriminasi, meningkatkan cakupan pelayanan SRH bagi masyarakat yang tidak terlayani dan kelompok marginal, promosi dual protection terhadap KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) dan IMS, memperbaiki QOC SRH yang berbasis pada hak klien, dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas program. Nah, bagaimana kesadaran dan profesionalitas dokter-dokter yang ada di Aceh? Sudahkah mereka melakukan tugas medisnya dengan baik sehingga ODHA tidak mengalami diskriminasi baru? Sumber Terkait:
|
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|