Pekanbaru, 8 Maret 2011 - Lisa, salah satu gajah
Flying Squad melahirkan anak keduanya di Taman Nasional Tesso Nilo pada 31 Januari 2011 lalu. Anak gajah yang berkelamin jantan tersebut dan induknya dalam keadaan sehat bahkan tak lama setelah dilahirkan dia sudah mampu berjalan perlahan-lahan menuju
camp Flying Squad yang berjarak 2 km dari lokasi kelahiran. Kelahiran anak gajah ini merupakan anak gajah ketiga bagi tim
Flying Squad dan anak kedua bagi Lisa.
Flying Squad merupakan suatu teknik untuk menangani konflik manusia-gajah dengan memberdayakan gajah latih untuk mengusir dan menggiring gajah-gajah liar yang keluar untuk kembali ke habitatnya. Tim ini terdiri dari empat ekor gajah terlatih yang terdiri dari dua jantan dan dua betina bersama dengan delapan orang perawatnya atau disebut mahout. Tim
Flying Squad kerjasama Kementerian Kehutanan dan WWF-Indonesia mulai dioperasikan di Taman Nasional Tesso Nilo pada April 2004.

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Ir. Darori menyatakan,� Saya sangat gembira dengan kelahiran anak gajah ketiga
Flying Squad di Taman Nasional Tesso Nilo karena ini menyiratkan harapan untuk upaya konservasi gajah yang lebih baik khususnya di Riau. Darori menambahkan, �Sebagai ungkapan rasa gembira, kami memberikan nama anak gajah tersebut �Imbo�, yang diambil dari kata rimbo atau rimba dalam bahasa melayu.� Syamsuardi,
Flying Squad Officer WWF-Indonesia Program Riau menyatakan bahwa kelahiran tiga ekor anak gajah
Flying Squad dalam kurun waktu 4 tahun terakhir juga merupakan indikasi bahwa satwa tersebut mendapatkan perawatan baik dan habitat yang sesuai untuk dapat berkembang biak.
Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan dataran rendah yang masih tersisa di Provinsi Riau. Kawasan ini merupakan habitat alami bagi satwa dilindungi terancam punah seperti harimau dan gajah sumatera. Degradasi hutan di kawasan tersebut telah menyebabkan tingginya konflik manusia-satwa liar terutama gajah. Salah satu bentuk penanganan konflik manusia-gajah jangka pendek adalah dengan melakukan patroli, pengusiran dan penggiringan gajah liar melalui pengoperasian tim
Flying Squad. Dari hasil analisa data tahun 2005-2008, kerugian akibat konflik manusia-gajah di daerah operasi Flying Squad dapat ditekan hingga 80% dibanding sebelum
Flying Squad dioperasikan.
Flying Squad juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam penanganan konflik manusia-gajah liar.
Terdapat dua kantong habitat gajah di blok hutan Tesso Nilo dengan jumlah populasi gajah liar sekitar 200 ekor. Seluas 83.068 ha hutan Tesso Nilo telah ditunjuk menjadi Taman Nasional yang akan menjadi Pusat Konservasi Gajah di Indonesia. Di sisi lain, kawasan ini terancam kelestariannya karena perambahan terutama untuk perkebunan sawit. Oleh karena itu
Flying Squad sangat efektif untuk mengurangi konflik manusia-gajah yang terjadi di sekitar taman nasional tersebut.
Drh. Hayani Suprahman MSc , Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo menyatakan,� Secara umum seluruh gajah-gajah di
Flying Squad dalam kondisi sehat.� Hayani menambahkan� Dua anak gajah
Flying Squad sebelumnya yang kini masing-masing berumur 4 dan 3,5 tahun telah dipersiapkan untuk memperkuat Tim F
lying Squad dan menunjang kegiatan ekowisata di Taman Nasional Tesso Nilo.
Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Dirjen PHKA, Ir. Sumarto, MM menyatakan,� Ekowisata di Taman Nasional Tesso Nilo sangat potensial untuk dikembangkan dalam kerangka pemanfaatan jasa lingkungan.� Ia menambahkan, �Keunikan
Flying Squad akan menjadi daya tarik bagi pasar ekowisata, tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah membangun infrastruktur penunjang dan mempromosikannya.�
sumber