FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Health Mencegah lebih baik dari mengobati. Cari tahu dan tanya jawab tentang kesehatan, medis, dan info dokter disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Foto: Ist
UPAYA mengobati penyakit jantung terus dilakukan. Terobosan baru di bidang medis dikembangkan demi memperpanjang harapan hidup para pengidap penyakit kardiovaskular. Penyakit jantung, khususnya jantung koroner, masih menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup manusia. Data Badan Kesehatan Dunia, WHO, menyebutkan, angka kematian akibat penyakit ini akan terus meningkat hingga 2020, terlebih di negara berkembang seperti Indonesia. Pada 2010, penyakit kardiovaskular bahkan bakal menjadi pembunuh utama menggantikan posisi penyakit infeksi. Menjadi epidemi global dan tidak ada perbedaan antara jumlah penderita laki-laki dan perempuan. Menurut prediksi pula, pada 2020, pasien kardiovaskular yang meninggal dunia akan mencapai 18 juta orang. Ini khusus di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, angka kematian akibat penyakit jantung "hanya" 9 juta orang. Perubahan pola hidup menyebabkan penyakit kardiovaskular bukan hanya masalah yang dihadapi negara maju. Sebaliknya, mulai terjadi pergeseran, ketika kesadaran masyarakat di negara maju makin tinggi, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular pun bisa ditekan. Sementara itu, prevalensi di negara berkembang makin meningkat. Data yang ada menunjukkan bahwa 80 persen kematian akibat penyakit ini terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah dan 86 persen di negara berkembang. Banyak faktor yang membuat angka kematian akibat penyakit jantung meningkat. Selain karena pola hidup tidak sehat, kurangnya perhatian dan pengetahuan sebagian besar masyarakat akan pentingnya pencegahan penyakit sejak dini ikut berpengaruh. Akibat tidak ada antisipasi itulah, penyakit jantung sulit dicegah. Padahal, kepedulian dan pengetahuan untuk mencegah sejak dini bisa menangkal penyakit jantung. Pencegahan penyakit kardiovaskular dapat dibedakan dalam dua kategori, yakni primer dan sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan dini pada individu yang memiliki faktor risiko penyakit atau belum mengalaminya, sedangkan pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan pada individu yang telah mengalami kejadian kardiovaskular. Konsultan kardiologi dari Heart Clinic di Mount Elizabeth Hospital, Singapura, Dr Philip Koh, mengatakan bahwa untuk mencegah penyakit jantung koroner, yang perlu diketahui adalah mengontrol faktor risiko dengan cara mengubah gaya hidup seperti olahraga teratur, diet ataupun mengonsumsi obat-obatan. Faktor risiko penyakit jantung koroner antara lain diabetes melitus (DM), merokok, dan riwayat dalam keluarga. "Hendaknya semua faktor risiko yang ada dikontrol secara bersamaan. Misalnya jika kita memiliki faktor risiko hipertensi, hiperkolesterol, dan merokok, maka ketiganya harus dikontrol secara bersama-sama," ujar Dr Koh di Singapura beberapa waktu lalu. Metode Baru Perkembangan ilmu dan pengetahuan sedikit banyak bisa membuat pasien jantung "bernapas lega". Harapan hidup dapat diperpanjang, asal kita tahu cara penanganan penyakit ini sejak dini. Sejumlah pemberitaan mengenai penemuan metode ataupun obat, terutama buat penyakit jantung, pernah di-publish. Contohnya pada 2007, sebuah terobosan pernah dilakukan dokter jantung Rusia. Saat itu, tim dokter sedang menangani pasien bernama Yulia, 32. Yulia yang menderita ketidaknormalan denyut jantung sejak kecil (arrhythmia) berhasil dioperasi tanpa dilakukan tindak pembedahan. Metode operasi ini memanfaatkan beberapa elektrode, bukan pisau bedah sebagaimana biasanya. "Para dokter telah membuat keajaiban. Saya terlahir kembali di kehidupan yang baru, kehidupan tanpa rasa takut atas sakit dan kematian," ungkap Yulia, kala baru keluar dari rumah sakit tiga hari pascaoperasi. Prosedur operasi hanya membutuhkan waktu sekitar satu menit, setelah sebelumnya didahului dengan bantuan analisis alat-alat komputer yang bertujuan mencari titik utama penyakit ini. Selama pemeriksaan sebelum operasi, model tiga dimensi dari jantung pasien dipetakan guna membantu para ahli bedah dalam bergerak menuju organ penting ini. "Kami membuat model untuk mengetahui lebih jauh rupa dari anatomi jantung dan mencari informasi mengenai bagaimana sebuah detak jantung dapat bergerak ke seluruh badan," jelas Profesor Amiran Revishvili, salah seorang dokter yang mengoperasi Yulia, seperti dilansir kantor berita Antara. "Selanjutnya, kami dapat mentransfer semua data mengenai jantung sebelum akhirnya memulai operasi dan mendekati titik pusat penyakit dengan bantuan selang kecil yang ditujukan pada pusat arrhythmia," sambungnya. Sebelumnya, dunia kedokteran Indonesia juga telah menguji coba cara pengobatan lain berupa pengobatan dengan sel punca. Pengobatan ini bertujuan memperbaiki dan meregenerasi jaringan yang rusak atau mati pada jantung. Sel punca dapat berkembang melalui proses pembelahan sel untuk yang waktu lama, atau dikembangbiakkan di laboratorium agar bisa berjumlah jadi jutaan sel. Sel punca mampu mengembara ke jaringan yang rusak dan bergabung dengan sel lain di jaringan itu. Jika disuntikkan ke jantung, sel ini dapat menuju ke jaringan rusak, lalu berubah menjadi sel pembuluh darah jantung atau otot jantung baru dan bergabung dengan sel lain di tempat itu. Di Indonesia, terapi sel punca pada jantung pertama kali dilakukan tim gabungan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Kanker Dharmais, dan RS Medistra Jakarta. Studi pendahuluan dilakukan pada September 2007 dan mengikutsertakan enam penderita serangan jantung akut. Sementara itu, situs healthday. com beberapa hari lalu juga mem-publish sebuah terobosan baru di bidang kedokteran. Untuk pertama kalinya, para peneliti dari Amerika telah mengidentifikasi satu "master" sel punca pada manusia yang bisa didiferensiasi menjadi tiga jenis sel utama yang membentuk manusia jantung. "Ini penemuan yang sangat sederhana, namun amat penting dan mendasar. Penemuan ini membuat kita memahami bagaimana jantung manusia dibangun, bagaimana dia dibuat, dan sel induk apa yang membentuk jantung itu," ujar Dr Kenneth Chien, Kepala Program Harvard Stem Cell Institute, yang juga Direktur Rumah Sakit Umum Massachusetts Cardiovascular Research Center. Chien dan timnya menggunakan antibodi yang diarahkan pada sel dewasa di jantung manusia untuk mengidentifikasi kehadiran sel-sel lain. Para peneliti kemudian mensterilkan sel-sel itu, memperbanyak mereka, dan melacak pengembaraan satu sel punca menjadi tiga turunan utama dari sel jantung, yakni smooth muscle, cardiomyocyte muscle, dan endothelial cells. Di samping pengobatan sel punca yang sedang dikembangkan, metode balon, ring, ataupun operasi bypass termasuk yang umum dilakukan pada pasien penyakit jantung. Namun seiring perkembangan teknologi pula, metode pengobatan jantung dengan jalan operasi dapat dihindari. Dengan munculnya teknologi dan desain katup yang lebih baru, kata Dr Philip Koh, terapi re-valving sangat dimungkinkan terjadi. Terapi ini terutama ditujukan bagi pasien usia lanjut. Katup aorta yang telah mengalami penyempitan (stenosis), dapat diatasi dengan prostesis mekanik (mechanical prosthesis) menggunakan kateter. Nama metodenya adalah percutaneous valve replacement(PVR). Teknisnya, kateter dimasukkan ke tubuh pasien lewat sela paha dan dengan balon aorta yang diperlebar. Baru kemudian, katup buatan yang berbahan nitinol (sejenis logam yang elastis) ditanamkan. Namun, katup buatan hingga kini belum tersedia di Indonesia, sehingga metode pengobatan aorta yang stenosis adalah dengan operasi penggantian katup, pemakaian obat, dan memperlebar katup (balon). (Koran SI/Koran SI/tty) |
![]() |
|
|