JAKARTAWEEKEND.COM- Setelah saya diiming imingi akan diajak ke Jepang sebagai bonus, kalau mau segera diajak nikah dengannya, akhirnya sepuluh tahun kemudian, sambil menunjukkan tiket perjalanan ke negeri Sakura, suamiku bilang �Ini utangku lunas ya!�
[/spoiler]
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for city osaka:
Jadilah kita berdua berangkat menuju Osaka saat liburan lebaran beberapa tahun lalu. Waktu di pesawat banyak saya habiskan untuk mengobrol, membahas tempat kerjanya dulu di Toyonaka dan menikmati nastar jatah parsel kantor bersamanya. Kenikmatan yang akhirnya bikin saya serak dan panas dalam sepanjang trip ini.
Setibanya disana, Imigrasi disesaki dengan turis Indonesia yang berniat langsung melancong ke Universal Studio. Letaknya memang berdekatan dengan Kansai International Airport. Kami dijemput oleh seorang teman berkebangsaan Jepang dan diantar menuju hotel Hankyu Umeda dengan naik bis kota.
Loket mesin tiket bis ini tersedia di bandara maupun hotel-hotel yang akan dituju. Jadi saat pulang nantipun, bisa dilakukan hal yang sama.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for street osaka:
Melalui jembatan penghubung antara airport yang ternyata diatas pulau terpisah dari kota Osaka, saya melihat pemandangan laut kiri kanan yang abu-abu, jalanan, gedung, sampai langitnya juga kelabu. Kecuali mobil-mobil yang mayoritas berwarna silver atau putih.
Osaka sendiri adalah kota terbesar ketiga di Jepang dengan lebih dari 19 juta penduduk. Kota ini merupakan pusat metropolis region Kansai dan yang terbesar diantara trio Osaka-Kobe-Kyoto.
Penduduk Osaka terkenal lebih ramah dan suasana lokal Jepang lebih kental terasa disini, dibanding Tokyo yang metropolis dan lebih go international.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for trainstation osaka:
Hotel yang kami tempati berlokasi tepat di samping stasiun kereta Hankyu Umeda dan bersebrangan dengan stasiun JR Osaka yang menghubungkan berbagai tempat dan kota di Jepang.
Sekelilingnya merupakan pusat perbelanjaan, department store, butik serta super market Hankyu yang penuh menyajikan bahan mentah konsumsi lokal seperti miso, lobak kecil, wagyu, ikan tuna yang dikirim dari Muara Baru Jakarta.
Berikut juga dengan sushi, sashimi dan panganan kecil yang dikemas sangat apik. Tepat di seberang hotel terdapat gedung bertingkat lima yang merupakan surga bagi penyuka barang elektronik terbesar di Osaka.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for bicycle osaka:
Kamar hotel yang tidak murah ini, kecil sekali. Dua single bed ukuran 90 cm terpisahkan nakas selebar 60 cm, mepet dinding kamar. Meja televisi hampir bertabrakan dengan kaki ranjang. Mau membuka koper juga mesti sibuk memindahkan kursi, tempat sampah dan lain lainnya. Kamar mandinya terbuat dari bahan polycarbonate ringan berwarna salem dengan pola dinding seperti porselein kamar mandi jadul ukuran 11�11 cm. Benar-benar didesain untuk bertahan dari gempa.
Disamping stasiun Hankyu Umeda banyak terdapat jajanan pinggir jalan. Kios takoyaki yaitu semacam bakso cumi nampak penuh sepanjang hari. Warung ramen bertutup kain merah bertuliskan kanji seukuran pintu cowboy, menampakkan separuh kaki para pelanggan yang menyantap udon sambil berdiri.
Kios yang menyediakan kursi nampaknya hanya Yoshinoya. Ada sebuah tempat makan berbentuk hoek di perempatan jalan, para pelanggan dengan tertibnya mengantri di satu sisi jalan, terputus pada bagian sudut yang dikosongkan agar tidak mengganggu pejalan kaki dan disambung pada antrian pada sisi jalan satunya lagi. Wah, saya benar-benar terpukau oleh ketertiban mereka!
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for city osaka:
Saya sempat mencicipi wagyu sushi, yaitu daging sapi mentah diatas kepalan nasi sushi. Wagyu yang ternyata artinya daging sapi dipanaskan sebentar diatas api, pada hitungan satu, dua, tiga, wagyu tersebut dibalik dan pada hitungan ketiga berikutnya,wagyu yang sangat lembut itu itu sudah siap disantap.
Nampaknya warga Osaka sangat betah keluyuran di luar rumah, baik bersepeda ataupun berjalan kaki. Di kala hari masih terang, nampak banyak wanita tua Jepang berpakaian warna putih atau bermotif bunga-bunga kecil, berpayung rapih sendirian atau dengan pasangannya melakukan rutinitas harian.
Setelah matahari terbenam, populasi ini tergantikan oleh wajah-wajah yang lebih muda sepulang kerja atau ABG yang banyak terlihat menghabiskan waktu di pinggir jalan. Sesekali kami berpapasan dengan anak-anak muda yang berdandan ala sailormoon,mengenakan wig berwarna shocking pink atau warna warna ngejreng lainnya dengan kepang panjang, stocking jala-jala serta dan atasan ketat dengan rok yang menggembung, menirukan tokoh manga idamannya.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for bemo osaka:
Di malam minggu itu, mulai dari stasiun Namba ke arah Sinshaibashi dan Horie, lorong-lorong seperti labirin sepanjang pertokoan yang sangat panjang, dipenuhi oleh ribuan orang berjalan tak henti-hentinya.
Sesekali mereka berhenti untuk melihat-lihat barang fashion yang kebanyakan produk China. Dotonbori, area makan yang terkenal dengan ikon Glico ataupun Mechanical Crab, nampak genit bersolek dengan neonsign warna-warni.
Sekelompok anak muda membawa tape yang diputar keras-keras, memperagakan breakdance di pinggir jalan. Hiruk pikuk ini konon akan makin menggila menjelang tengah malam.
Spoiler for open this:
Spoiler for open this:
for street osaka:
Pada hari berikutnya, kami berkereta di malam hari menuju Toyonaka, kira-kira kalau dibandingkan, seperti daerah Bekasi, dan Osaka dianggap sebagai Jakarta. Tempat ini lebih sunyi dibandingkan dengan Osaka. Berjalan berdua menelusuri bawah stasiun, jejeran parkiran sepeda dengan keranjangnya, neonsign tempat Pachinko sarat dengan pengunjung yang ketagihan mesin-mesin permainan dengan uang, sampailah pada hotel kecil berlantai tiga tempat tinggal suamiku dulu selama tiga tahun.
Lobby dan tangga kayu yang masih sama. Telepon bertombol putaran menggunakan koin yang dulu sering digunakan untuk menelpon ke Indonesia, pun jadi sasaran kerinduannya. Inilah tempat yang sering dibicarakan selama ini. Nampak biasa saja, namun kenangan didalamnya sangatlah membekas.
Ia berjalan dengan penuh semangat ke ujung jalan untuk mencari temannya seorang Indonesia yang berdagang makanan di pinggir jalan, namun kiosnya tutup. Seperti acara pulang kampung, tapi kampung yang tak mengenalnya.
[spoiler=open this] for food osaka:
Akhirnya kami berhenti duduk di pelataran stasiun Toyonaka, berlindung dibalik jaket dari dinginnya malam, menonton latihan band sekelompok Boyband lengkap dengan beberapa penonton, teman wanita mereka yang bertepuk tangan setiap sebuah lagu usai dinyanyikan.
Sayang kamera poket yang saya bawa benar-benar pas-pasan, dan tidak mampu memotret di kegelapan malam. Kereta terakhir hari itupun membawa kami kembali ke stasiun Umeda dengan terang neon putih dan lantai hitam mengkilatnya yang sekali lagi menandai kerapihan dan disiplin warga Osaka.