|
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Quote:
TEMPO Interaktif, New York - Lengsernya Presiden Mesir Husni Mubarak mengingatkan kita akan kejatuhan Soeharto pada 1998. Saat itu, demontsrasi besar-besaran tak hanya digelar di Jakarta tapi juga pelbagai kota lain. Mereka satu suara: Turunkan Soeharto. Ini pula yang terjadi di Mesir tiga pekan terakhir ini. Massa terus menekan agar Mubarak turun. Itu harga mati. Laman The Wall Street Journal, Jumat, menyebut pemerintah Amerika Serikat memakai pergolakan di Indonesia pada pertengahan 1998 menjadi model transisi kekuasaan yang sukses di negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Mereka mengerahkan beberapa ahli kebijakan luar negeri untuk menganalisi apa yang membuat Indonesia tidak jatuh ke tangan para tokoh Islam --padahal mayoritas penduduknya Muslim--, namun tetap sekuler dengan dukungan dari militernya. Seorang pejabat Gedung Putih yang tak disebutkan namanya, mengatakan revolusi di Indonesia dikenal berhasil membuka sistem politik dan ekonomi yang paling transparan di Asia Tenggara. Pertanyaan, bagaimana Indonesia berhasil menyeimbangkan peran Islam dan kelanjutan peran militer di pemerintahan? Di Mesir, gerakan Ikhwanul Muslimin dikenal memiliki peran sangat besar dalam revolusi Mesir. Ini yang membedakan dengan Indonesia dimana peran gerakan umat muslim relatif kecil pada reformasi 1998. Besarnya peran Ikhwanul Muslimin ini membuat pemerintahan Obama ketar-ketir. Mereka khawatir, pasca mundurnya Mubarak, Mesir akan menjadi negara Islam seperti Iran dengan Revolusi 1979-nya. Karen Brooks, ahli politik luar negeri yang membantu mengamati Indonesia pada pemerintahan Clinton dan Bush, mengatakan pemerintahan Indonesia berhasil berkembang menjadi negara sekuler dengan sedikit sekali pengaruh dari politik Islam. Hal ini ujar Brooks, adalah karena pemilu selanjutnya dilakukan setahun setelah penggulingan Soeharto, sehingga partai sekuler mempunyai waktu untuk berkembang. Sementara selama 30 tahun menuju transformasi demokratis Indonesia, kata Brooks, partai Islam terlihat kesulitan mengumpulkan suara mayoritas. Ini berbeda dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang bisa berkembang pesat. Selain itu, ia juga satu-satunya partai yang telah menyiapkan kampanye untuk pemilu selanjutnya. Di sinilah kekhawatiran Amerika itu. Mereka khawatir pada pemilu berikutnya partai ini akan berkuasa. Presiden Amerika Serikat sendiri, Barack Obama seperti dilansir VOA menyambut baik pengunduran diri Mubarak itu. Mubarak, kata Obama, telah menanggapi tuntutan rakyat Mesir yang haus akan perubahan. "Suara rakyat Mesir telah didengar," katanya. Mesir, kata dia, kini harus pindah ke kekuasaan sipil dan demokratis. Meski begitu, Obama mengingatkan bahwa pengunduran diri Mubarak ini hanyalah awal transisi di negara itu. "Ke depan akan terbentang hari-hari yang sulit," kata Obama dalam pidatonya di Gedung Putih, Jumat (11/2). FWH |
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
|