
4th March 2011
|
 |
Ceriwis Lover
|
|
Join Date: Feb 2011
Posts: 1,120
Rep Power: 38
|
|
Demokrasi dan "Kegenitan" Penegak Hukum

Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com - Perjalanan demokrasi kian hari kian mengkhawatirkan. Demokrasi dianggap kebebasan dan cenderung mengabaikan aspek ketaatan pada aturan main.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, dalam orasinya berjudul Demokrasi dan Nomokrasi sebagai Pilar Penyangga Konstitusi, pada wisuda Universitas Nasional (UNAS) periode I tahun akademik 2010/2011, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (3/3/2011) kemarin.
Mahfud mengatakan, berbagai peristiwa dan kejadian buruk akhir-akhir ini terus menerpa dalam berdemokrasi. Anarkisme massa di berbagai daerah, oligarki kekuasaan dan munculnya para demagog menjadi catatan kelam perjalanan demokrasi yang abai terhadap aturan, khususnya terhadap norma-norma konstitusi. Kebebasan, lanjutnya, sebagai imbas demokratisasi justru kerap menimbulkan akibat buruk di mana-mana.
"Meskipun supremasi hukum diteriakkan keras-keras, tapi sejalan dengan itu pula penghormatan terhadap hukum hanya sebatas prosedural saja," ujar Mahfud.
Kebebasan yang tidak terbatas, menurutnya, menuntun masyarakat untuk cenderung berperilaku liar. Ia menggarisbawahi, beberapa problema serius terhadap penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia.
"Kegenitan sebagian penegak hukum yang dibantu oleh manuver para makelar kasus telah 'melumpuhkan' hukum sebagai alat mencapai keadilan. Kasus mafia pajak Gayus Tambunan adalah salah satu contoh sempurna dari bekerjanya praktik-praktik mafia hukum sehingga semakin membuktikan bahwa mafia hukum itu benar-benar ada," papar Mahfud.
Persoalan hukum yang utama, lanjutnya, disebabkan oleh makin jauhnya hukum dengan keadilan. Ini dikarenakan produk-produk hukum substansial semakin didesak oleh hukum prosedural. Imbasnya, demokrasi hanya sebatas prosedural semata.
Untuk itu, kata Mahfud, sangat penting untuk menekankan keseimbangan antara demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (kedaulatan hukum). Menurutnya, kedaulatan rakyat tanpa dikawal oleh hukum sudah dapat dipastikan akan mengarah pada kondisi tidak seimbang.
"Tanpa upaya penyeimbangan, terutama di masa transisi ini, demokrasi berpeluang menjadi liar dan justru akan membenamkan hukum," tegasnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Nasional (Unas) Drs El Amry Bermawi Putera, mengatakan, kondisi bangsa dengan perkembangan politiknya, sosial, hukum, ekonomi dan kebudayaannya harus turut menjadi perhatian para akademisi. Masyarakat akademis harus keluar dari "Menara Gading" dan memberikan pencerahan secara akademik, serta selalu menjaga sikap empati yang tinggi terhadap harapan masyarakat dan cita-cita negara ini.
"Saya dan kita semua tentu prihatin dan khawatir dengan keadaan bangsa Indonesia saat ini. Bangsa kita sedang berada dalam 'dilema' dan 'ambiguitas' sebagai sebuah bangsa yang memiliki budaya dan karakter bangsa. Semua persoalan mulai dari penegakan supremasi hukum, korupsi, demokrasi yang sudah cenderung menuju anarki terjadi, karena sebagai bangsa kita telah kehilangan identitas nasional karena lemahnya pengembangan budaya dan karakter bangsa kita sendiri," kata El Amry.
|
SUMBER
|