FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
BANDUNG, KOMPAS.com* - Ketersediaan lahan untuk pembangunan proyek perumahan horisontal kian menyulitkan pengembang, termasuk semakin besarnya potensi lahan bermasalah.
"Jualan properti terutama perumahan saat ini fokus pada isu lingkungan, namun di lain pihak ketersediaan lahan makin menghadang dan makin banyaknya lahan yang bermasalah," kata Wakil Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Barat, Arif Wiradisurya di Bandung, Selasa.* Ia menyebutkan, tak sebatas isu lingkungan yang bisa menentukan laku tidaknya perumahan, namun juga aman dan beres tidaknya lahan yang digunakan. Sehingga kedua faktor itu saling melengkapi satu sama lain sehingga mempengaruhi ketenangan dan kenyamanan konsumen. "Hingga pertengahan 1990-an, tidak terlalu sulit mendapatkan lahan. Biar di lokasi terpencil, akhirnya berkembang menjadi jalur strategis. Kini makin sulit mendapatkan lahan itu, di daerah yang jauh dari kota sekalipun," katanya. Oleh karena itu peralihan tren dari landing house ke rumah vertikal menjadi pilihan sebagian pengembang untuk membangun apartemen dan rumah susun. Pembangunan landing house yang membutuhkan areal luas dan anggaran yang mahal, bisa diatasi dengan menggunakan sistem vertikal yang membutuhkan areal lebih kecil namun mampu menyiapkan ruang lebih banyak. "Tak sebatas mahal dan sulitnya mencari lahan untuk landing house, juga terkadang berbenturan dengan regulasi di daerah itu. Dalam beberapa kasus proses pengembangan perumahan horisontal terganjal perizinan," katanya.* Ia mengakui, secara tidak langsung pembangunan perumahan berpengaruh terhadap rencana tata ruang. Ia berharap, pemerintah daerah khususnya ikut berperan dalam memfasilitasi perizinan lahan untuk perumahan yang lebih mudah. Bahkan bila perlu menyiapkan lahannya dan pengembang melakukan pembangunannya.* "Secara nasional kebutuhan rumah masih cukup besar, sekitar 800 ribu unit per tahun, namun di lain pihak terkendala biaya dan juga uang muka di tingkat konsumen. Bila ada insentif dari pemerintah yang lebih besar, jelas akan lebih terjangkau," kata Arif.* Sementara itu terkait tudingan pelanggaran dan perusakan kawasan yang kerap ditujukan kepada pengembang perumahan, kata Arief tidak adil. Pasalnya pelanggaran tidak selalu dilakukan oleh developer, namun juga oleh pembangunan perumahan individu.* "Secara umum pembangunan perumahan harus mengikuti prosedur dan perijinan yang panjang dan dikontrol peraturan yang ada. Jelas mengikuti aturan. Namun pelanggaran kerap juga dilakukan masyarakat yang membangun rumahnya secara individu. Tak adil bila developer selalu dipersalahkan," kata Arief menambahkan. Sumber : http://m.kompas.com/news/read/data/2010.07.20.22125695 ![]() ![]() ![]() Terkait:
|
![]() |
|
|