
Stadion Mattoanging-
Kemarin, Rabu, 5 Desember 2013, beberapa surat kabar lokal Makassar mewartakan dalam
Headline mengenai Stadion Mattoanging Andi Mattalatta tidak lolos verifikasi PT Liga Indonesia untuk menggelar pertandingan sepak bola dengan standar nasional. Klub sepak bola kebanggaan, PSM Makassar, diputuskan mesti meladeni tamunya di luar propinsi Sulawesi Selatan.
Mattoanging dan PSM adalah satu paket. Melihat stadion Mattoanging pasti akan mengingat jejak sejarah PSM. Dari Mattoanging lah, Juku Eja berangkat hingga saat ini dianggap sebagai kekuatan tradisional sepak bola nasional. Sangat disegani.
Harus diakui, kondisi stadion berkapasitas 15 ribu penonton yang berlokasi di jantung kota ini memang sudah lapuk. Dibangun pada masa presiden Soekarno untuk penyelenggaran PON IV tahun 1957. Sepanjang lebih setengah abad, nyaris tak pernah direnovasi untuk mengantispasi perkembangan sepak bola, terutama animo penggemar PSM semakin menebal.
Lebih dari sekedar fasilitas olahraga, Stadion Mattoanging dan PSM merupakan ruang publik bagi warga Makassar dan Sulsel dari segala penjuru, dengan melepas status sosial masing-masing untuk melebur menjadi satu kelompok pendukung fanatik. Fans PSM sangat militan, sama halnya bagaimana
Bonek tidak takut mati untuk Persebaya, dan juga seperti
Bobotoh jatuh cinta habis pada Persib Bandung.
PSM bagi mereka bukan hanya sekedar klub sepak bola, tapi sebagai simbol pemersatu, simbol perlawanan, dan wadah sosial warga Makassar untuk menumpahkan segala ekspresi guna mencari hiburan melepaskan sejenak dari kerasnya kehidupan sehari-hari.
Lantas bagaiamana ketika PSM harus terusir dari rumahnya dan terpaksa meninggalkan pendukung setianya ?
Ini pukulan telak bagi warga Makassar, sekaligus aib bagi klub sebesar PSM. Apa yang mesti dibanggakan dari kota metropolitan Makassar yang tidak memiliki fasilitas olahraga yang memadai.
Salam