Jakarta - Calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Joko Widodo mengatakan, pihaknya tak akan lagi
ngoyo mencari mitra koalisi. Setelah resmi menjalin koalisi dengan Partai Nasional Demokrat menurut dia syarat PDI Perjuangan mengusung capres sudah terpenuhi.
"Ada satu NasDem dan cukup. Dan yang lain ke satu lagi itu terserah," kata Jokowi dalam pertemuan dengan Forum Pemred di Restauran Horapa, Jakarta Pusat, Selasa malam (15/4/2014).
Berulangkali Jokowi menegaskan bahwa dia ingin memperkuat sistem presidensial sehingga tak akan ada istilah bagi-bagi kursi di kabinet. Tepatkah langkah Jokowi?
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonesia Margarito Kamis mengatakan langkah PDI Perjuangan yang hanya menggandeng Partai NasDem terbilang sembrono. Memang, secara teori Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Namun sistem ini belum sepenuhnya efektif karena parlemen di Indonesia terdiri dari banyak partai. Sehingga mau tidak mau Jokowi dan PDI Perjuangan harus membangun sebuah koalisi yang kuat.
"Jokowi tidak boleh gegabah dengan hanya menjalin koalisi dengan sedikit partai," kata Margarito saat berbincang dengan detikcom.
Dari prediksi Lembaga Survei Indo Barometer, PDI Perjuangan dengan 19,00 persen suara mendapat kursi sekitar 109. Sementara Partai NasDem dengan 6,91 persen mendapat 39 kursi. Gabungan kedua partai tersebut hanya menghasilan 148 kursi. Padahal jumlah kursi di DPR RI adalah 560.
Jika hanya menjalin koalisi dengan Partai NasDem, PDI Perjuangan yang mengusung Jokowi menurut Margarito tidak bisa mengendalikan DPR. "Ini akan sangat berisiko," papar Margarito.