FAQ |
Calendar |
![]() |
|
News Semua berita yg terjadi di dunia internasional ataupun lokal diupdate disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Dari hasil penelitian Lembaga Pengkajian Teknologi dan Informasi (LPTI) Pelataran Mataram bersama Lembaga Monitoring Data dan Analisis Kampanye Media Sosial AirMob, tren positif Jokowi di media sosial mengalami penurunan menjadi 51 persen selama dua bulan terakhir. "Orang yang membicarakan Jokowi sentimen positifnya turun dibanding sejumlah kementeriannya," ujar Husein Asyari, Peneliti PLTI Pelataran Mataram, saat diskusi di Jakarta, Jumat (6/3). Husein menjelaskan, penelitian berbasis BANDIT (Brand Analytic Detector Issue Tracker) ini dilakukan dengan memantau dua media sosial, yaitu Facebook dan Twitter. Semua pembahasan yang menyangkut dengan Jokowi di media sosial dikumpulkan, kemudian ditelusuri lebih lanjut dan dipilah menjadi dua, positif dan negatif. "Pendukung Jokowi yang generasi kelas menengah ini merupakan pendukung yang kritis. Mereka melihat Jokowi apa adanya. Kalau Jokowi tidak sesuai dengan hati nurani mereka, mereka akan mengkritisi," ujar Husein. Pengamat Politik Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) Dimas Oky Nugroho berpendapat, manajemen politik Jokowi yang kurang lihai menjadi salah satu faktor utama turunnya persepsi positif publik kepadanya. Saat ini Presiden Jokowi, menurut Dimas, malah terjebak dalam isu yang terkait dengan konflik elite di sekitar istana, dibandingkan dengan isu prioritas kerja yang termaktub dalam program Nawacita-nya. "Jokowi tidak konsisten dalam memainkan isu besar di pemerintahannya secara optimal. Kemana isu revolusi mental? Kemana isu poros maritim?" ujar Dimas dalam kesempatan yang sama. Berbeda dengan Jokowi, kinerja kabinet kerja Jokowi-JK mendapat sentimen positif yang lebih tinggi di mata publik. Dari hasil pemantauan pada awal Januari hingga akhir Februari, diketahui Kementerian ESDM tren positifnya mencapai 70 persen, Kemendagri 69 persen, Kemenhub 68 persen, Kementerian Kelautan dan Perikanan 64 persen dan Kemendikbud 64 persen. Hal tersebut, menurut Dimas, dikarenakan figur para menteri sendiri yang dinilai mampu memainkan isu besar sehingga memperbagus citra mereka di masyarakat. Misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berhasil memainkan isu pemberantasan pencurian ikan, Kementerian ESDM dengan isu penurunan harga BBM, Kementerian Dalam Negeri dengan isu pilkada serentak, serta Kementerian Pendidikan dengan isu ujian nasional. Isu-isu yang digelontorkan para kementerian ini akhirnya mendapat sorotan positif di mata publik. "Setidaknya publik tahu mereka bekerja," kata Dimas. |
![]() |
|
|