Para investor saham terpaksa menutup tahun ini dengan kerugian. Rabu ini (30/12), saat penutupan perdagangan saham terakhir tahun ini di Bursa Efek Indonesia (BEI) oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di level 4.593. Posisinya lebih rendah 12,1 persen dari akhir tahun 2014. Ini merupakan penurunan terdalam IHSG selama tujuh tahun terakhir, setelah pada 2008 IHSG sempat rontok 49 persen. Adapun terakhir kali IHSG melorot pada 2013, yaitu sebesar 3,4 persen.
BEI tak sendirian mengalami nasib penurunan indeks harga saham pada tahun ini. Berdasarkan siaran pers BEI, Rabu ini, mayoritas bursa utama di dunia juga menderita penurunan indeks harga saham. Antara lain indeks Dow Jones di bursa New York, Amerika Serikat (AS), tercatat minus 1,65 persen dan indeks FTSE 100 Inggris melorot 4,7 persen sepanjang 2015.
Sejumlah indeks bursa saham di kawasan Asia Pasifik juga mengalami penurunan pada tahun ini. Indeks Hang Seng di bursa Hong Kong tergerus 7,1 persen, indeks indeks Strait Times Singapura minus 14,6 persen, indeks SET Thailand minus 14,1 persen, indeks PSE Filipina turun 3,4 persen dan indeks FTSE BM KLCI Malaysia minus 5,14 persen. Di kawasan Asia, hanya ada tiga indeks bursa saham yang berhasil tumbuh tahun ini. Yakni indeks Shanghai Composite Cina naik 9,3 persen, indeks Nikkei 225 Jepang meningkat 8,2 persen, dan indeks Kospi Korea Selatan tumbuh 2,53 persen.
Penyebab bergugurannya mayoritas indeks bursa saham di seantero dunia berhulu pada kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve) menaikkan suku bunganya (Fed rate). Rencana yang sudah dihembuskan sejak awal tahun ini akhirnya baru direalisasikan pada medio Desember lalu. Sku bunga Fed rate naik 25 basis poin menjadi 0,25-0,50 persen. Kebijakan tersebut membuat para investor global mengalihkan sebagian dananya ke Amerika Serikat.
Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia. Alhasil, sepanjang tahun ini tercatat nilai jual bersih (net selling) investor asing di BEI mencapai Rp 22,55 triliun. KDB Daewoo Securities mencatat, net selling asing tahunan merupakan kejadian langka di Indonesia. “Hanya terjadi (net selling) dua kali dalam 12 tahun terakhir, yaitu tahun 2005 dan 2013,” kata Franky Rivan, analis KDB Daewoo Securities, dalam riset terbarunya bertanggal 28 Desember 2015.
Baca Selengkapnya ==>
Dana Asing