FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Save Our Planet Forum diskusi tentang penyelamatan lingkungan hidup, tips, dan ide untuk GO Green |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
SIAPAPUN pasti pernah mendengar kata "Global warming" atau jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu "Pemanasan Global". Kata ini makin membumi seiring dengan makin meningkatnya suhu bumi. Pemanasan global (global warming) telah menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia, terutama negara yang mengalami industrialisasi dan pola konsumsi tinggi (gaya hidup konsumtif). Selain itu, peristiwa yang diakibatkan oleh gas-gas rumah kaca pada efek rumah kaca (greenhouse effect) ini memiliki dampak yang luar biasa pada bumi seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, perubahan jumlah dan pola presipitasi, terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, punahnya berbagai jenis hewan dan lain sebagainya.
Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi. CO2, Sumber Emisi Gas Rumah Kaca Terbesar ![]() Berdasarkan gambar di atas bisa disimpulkan bahwa karbon dioksida (CO2) adalah penyumbang utama gas kaca. Dari masa pra-industri yang sebesar 280 ppm menjadi 379 ppm pada tahun 2005. Angka ini melebihi angka alamiah dari studi perubahan iklim dari masa lalu (paleoklimatologi), dimana kurang lebih selama 650 ribu tahun peningkatan hanya terjadi dari 180-300 ppm. Terutama dalam dasawarsa terakhir (1995-2005), tercatat peningkatan konsentrasi karbon-dioksida terbesar pertahun (1,9 ppm per tahun), jauh lebih besar dari pengukuran atmosfer pada tahun 1960, (1.4 ppm per tahun), kendati masih terdapat variasi tahun per tahun. Seperti yang kita ketahui bersama, peningkatan konsentrasi karbon dioksida ini berasal dari penggunaan bahan bakar fosil, ditambah pengaruh perubahan permukaan tanah (pembukaan lahan, penebangan hutan, pembakaran hutan, mencairnya es). Peningkatan konsentrasi metana (CH4), dari 715 ppb (part per billion= satu per milyar) di jaman pra-industri menjadi 1732 ppb di awal 1990-an, dan 1774 pada tahun 2005. Ini melebihi angka yang berubah secara alamiah selama 650 ribu tahun (320 � 790 ppb). Sumber utama peningkatan metana pertanian dan penggunaan bahan bakar fosil. Konsentrasi nitro-oksida (N2O) dari 270 ppb � 319 ppb pada 2005. Seperti juga penyumbang emisi yang lain, sumber utamanya adalah manusia dari agrikultural. Kombinasi ketiga komponen utama tersebut menjadi penyumbang terbesar pada pemanasan global. Berdasarkan data yang dikemukakan di atas terlihat jelas bumi kita sedang menghadapi masalah serius. Semakin tua dan rentanya usia bumi kita tentu semakin tidak kuat menahan terpaan emisi yang kian lama makin menggelembung di permukaan bumi. Iklim yang tidak menentu serta peristiwa luar biasa lainnya mengindikasikan ketidakberesan bumi kita yang jika dibiarkan terus-menerus akan berakibat fatal. Entah apa yang terjadi dengan bumi kita selanjutnya jika peristiwa ini terus berlanjut? Oleh karena itu, kita harus mencari solusi meminimalisir emisi gas rumah kaca penyebab global warming. Jika kita berusaha mencermati aktivitas manusia di zaman ini, maka kita melihat bahwa aktivitas manusia semakin meningkatkan pemanasan global. Ironis, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbon dioksida semakin berkurang akibat penebangan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian. Aktivitas manusia ini membuat lepasnya karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Peranan Algae dalam Antisipasi Global Warming Begitu banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek dari global warming yang melanda bumi seperti mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh asap kendaraan bermotor, mengefisiensikan penggunaan peralatan elekronik dan rumah tangga, serta mencari energi alternatif untuk bahan bakar yang ramah lingkungan. Adapun cara lainnya dapat juga melalui optimalisasi algae (ganggang laut) sebagai penyerap emisi gas rumah kaca yang menyebabkan meningkatnya global warming. Ganggang laut memiliki potensi besar dalam upaya mengatasi pemanasan global karena dapat menyerap karbondioksida dan dapat diolah menjadi biofuel, bahan bakar ramah lingkungan. Berdasarkan penelitian dalam skala laboratorium yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membuktikan algae (ganggang) di laut membesar 20-25 kali hanya dalam 15 hari dengan diberi makan karbondioksida (CO2). Hal ini mengindikasikan betapa efektifnya penggunaan algae untuk meminimalisir gas rumah kaca, khususnya karbon dioksida (CO2). Jika kita dapat mengoptimalisasikan peran algae sebagai penyerap emisi CO2 dengan membudidayakan dan mengolahnya menjadi biofuel, maka emisi karbondioksida dapat diminimalisir sehingga pemanasan global bisa ditanggulangi secara perlahan. Kepala BPPT Dr Marzan Aziz Iskandar menyatakan bahwa Ganggang dari jenis Chaetoceros sp. dengan jumlah sel awal 40.000 sel per mililiter setelah diberi CO2 menjadi sebesar 780.000 sel per ml dalam 15 hari, bahkan Chlorella sp. dengan jumlah sel awal 40.000 sel per ml menjadi sejuta sel per ml dalam 15 hari. Ini bisa menjadi konsep awal penghitungan penyerapan karbon di laut. Indonesia memiliki potensi laut sangat luas sehingga berkesempatan untuk mengambil peran besar dalam menyerap karbon dioksida. Hal ini bisa membawa kembali slogan Indonesia sebagai salah satu paru-paru dunia yang mulai terkikis akibat hilangnya sebagian besar hutan di Indonesia. Di lain pihak, Marzan juga mengungkapkan bahwa ganggang bisa dipanen sebagai bahan baku biofuel yang prosesnya memiliki efisiensi 40 persen lebih tinggi dibanding membuat biofuel dengan bahan baku minyak kelapa sawit (CPO). Saat ini memang banyak penelitian terkait dengan ganggang laut yang ternyata kaya akan minyak. Betapa ini merupakan kabar menggembirakan bagi masyarakat Indonesia. Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki laut yang sangat luas dan jenis algae yang melimpah. Oleh karena itu, budidaya algae seharusnya bisa dioptimalkan dengan penguasaan teknologi dan peneliti yang serius menggarap pemanfaatan algae sebagai sebagai salah satu pilihan sumber alternatif biofuel yang potensial sekaligus sebagai cara untuk mencegah meningkatnya global warming. sumber : http://www.mediaindonesia.com/webtor...ar_id=NzE4OA== Terkait:
|
![]() |
|
|