FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Save Our Planet Forum diskusi tentang penyelamatan lingkungan hidup, tips, dan ide untuk GO Green |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Peningkatan keasaman laut adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan kimia di lautan dunia, terutama sebagai akibat pembakaran bahan bakar fosil. Para ilmuwan laut khawatir bahwa perubahan tingkat pH pada lautan akan memiliki konsekuensi berat bagi berbagai biota dan ekosistem laut. Beberapa fakta penting yang perlu untuk diperhatikan adalah hingga setengah dari karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan oleh pembakaran bahan bakar fosil selama 200 tahun telah diserap oleh lautan di dunia. CO2 yang terserap dalam air laut (H2O) membentuk asam karbonat (H2CO3), menurunkan tingkat pH air dan membuatnya lebih asam. Hal ini meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dalam air, dan membatasi akses organisme ke ion karbonat, yang diperlukan untuk membentuk bagian-bagian penting dari organisme tersebut. Sejak Revolusi Industri, telah terjadi peningkatan tajam CO2 dalam atmosfir sebagai akibat dari aktivitas manusia, terutama dari pembakaran bahan bakar fosil. Lautan telah menyerap sampai setengah dari CO2 kelebihan ini, yang telah mengakibatkan perubahan kimia dalam permukaan air laut. CO2 dalam air, yang mengarah pada pembentukan asam karbonat, menyebabkan permukaan lautan pH turun sebesar 0,1 unit, dan diproyeksikan turun lagi pH 0,3-0,4 unit pada akhir abad ini. Pergeseran zat-zat kimiawi dalam lautan tidak hanya meningkatkan keasaman, tapi mengurangi ketersediaan ion karbonat, yang banyak makhluk gunakan untuk membangun kerang dan kerangka dari kalsium karbonat. Penurunan ketersediaan ion karbonat memberikan arti bahwa organisme, seperti plankton, karang dan moluska, berjuang untuk membangun atau memelihara struktur pelindung atau pendukung mereka. Nilai pH di lautan samudera dunia tidak mempunyai nilai yang sama dan konsisten. Para peneliti percaya bahwa daerah-daerah dengan pH relatif rendah (daerah ungu pada peta di atas), seperti bagian timur samudera Pasifik, bisa menjadi hasil dari upwelling (pengangkatan massa air laut dalam), lebih dingin, lebih kaya CO2 perairan. Akan tetapi, tidak ada daerah yang dapat menghindar dari dampak turunnya nilai pH. Akibatnya, ahli biologi kelautan mengatakan bahwa sejumlah spesies dan ekosistem menghadapi masa depan yang tidak pasti:
Para ilmuwan setuju bahwa diperlukan lebih banyak lagi penelitian untuk lebih memahami dampak dari naiknya keasaman lautan (turunnya nilai pH) pada makhluk-makhluk kecil. Beberapa spesies, seperti coccolithophores (alga bersel tunggal), telah menunjukkan penurunan tingkat kalsifikasi ketika terkena air kaya CO2. Akan tetapi, spesies lainnya tidak terkena dampak yang begitu besar.
Siklus karbon bumi, pertukaran CO2 antara darat, laut dan udara, umumnya dimaksudkan untuk berada dalam kesetimbangan. Namun, aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan, dapat peningkatan jumlah CO2 yang dilepaskan ke atmosfir. Tapi tidak semua CO2 terkunci tetap berada di atmosfer. Sampai dengan 50% dari emisi diserap oleh lautan. Lautan menyerap karbon dalam dua cara utama � secara fisik dan biologis. Secara fisik, CO2 larut ke dalam air laut dingin dekat kutub, dan ini dibawa ke laut dalam oleh arus tenggelam, di mana CO2 tinggal selama ratusan tahun. Seiring waktu, pencampuran termal membawa air kembali ke permukaan dan laut memancarkan karbon dioksida ke atmosfer di daerah tropis. Sistem alami ini membantu memompa karbon dari atmosfir menuju lautan untuk disimpan. Penyerapan biologis CO2 melibatkan fitoplankton, yang menggunakan sinar matahari, air dan CO2 untuk menghasilkan karbohidrat dan oksigen. Ketika plankton dan hewan laut yang memakan plankton mati, mereka tenggelam ke dasar laut. Sejumlah kecil karbon dalam makhluk pada akhirnya terkubur dan disimpan dalam sedimen. �Mekanisme umpan balik� Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa proses alami �pompa karbon� menunjukkan gejala telah terganggu. Sebagai contoh, peningkatan keasaman laut plankton dapat mengurangi produksi plankton, sehingga mengurangi penyerapan CO2 dari atmosfer. Secara teori, CO2 ekstra di atmosfer dapat menyebabkan percepatan pemanasan global, yang akan menghangatkan lautan. Akibatnya, air hangat tidak akan mampu menyerap karbon dioksida sebanyak yang bisa dilakukan oleh lautan yang lebih dingin. Jadi jika CO2 kurang diserap dari atmosfir, akan menghasilkan lebih banyak efek rumah kaca yang dapat menghangatkan planet bumi ini. Potensi �mekanisme umpan balik� yang dapat mengganggu sistem iklim planet ini adalah salah satu alasan mengapa para ilmuwan kelautan terpanggil untuk mendesak adanya tindakan yang harus diambil untuk menstabilkan, dan akhirnya dapat mengurangi emisi karbon.
__________________
![]() |
#2
|
|||
|
|||
![]()
ngeri banget ndan mudah2 jangan sampei ndan.
nice ndan infonya teruskan.... |
#4
|
|||
|
|||
![]()
gawat ya ndann akibatnya
|
#5
|
||||
|
||||
![]()
klo bumi panas,,tingkat air akan membesar..
karena es2 pada mencair.. CMIIW |
#6
|
||||
|
||||
![]()
yang pasti makin suram ndan klo bgtu mah..
![]() |
#7
|
|||
|
|||
![]()
waduh gawat tuh....btw sebelum kiamat pada mau ngapain yah
![]() |
#8
|
||||
|
||||
![]()
aduh jangan sampe deh
g kuat ama panas ane ![]() |
![]() |
|
|