FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Nasional Berita dalam negeri, informasi terupdate bisa kamu temukan disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
UU Pemilu Belum Berpihak pada Kepentingan Perempuan
Jakarta ![]() Meskipun kecenderungan persentase keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia terus meningkat dari pemilu ke pemilu, namun Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) masih pesimis dengan prospek keterwakilan perempuan pada pemilu 2014, karena Undang-undang Pemilu yang baru saja disahkan DPR dianggap belum berpihak pada perempuan. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Kaukus ; Perempuan Parlemen GKR Hemas dalam rangka launching acara �Konsolidasi Nasional Jaringan Perempuan Parlemen Seluruh Indonesia� di Ruang Rapat Wakil Ketua DPD, Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (19/4). Dari catatan yang dimiliki KPP, ada kemajuan secara perlahan keterwakilan perempuan di parlemen. Pada Pemilu 2004, jumlah perempuan di parlemen sebanyak 11 persen dan meningkat menjadi 18 persen pada tahun 2009. Di DPRD provinsi, pada tahun 2004 jumlah perempuan parlemen hanya 10 persen dan di tahun 2009 naik menjadi 15 persen. DPRD kabupaten/kota juga mengalami peningkatan dari yang rata-rata hanya 10 persen di tahun 2004 menjadi 15 persen pada tahun 2009. ; Sedangkan wakil perempuan yang duduk di DPD mengalami pertumbuhan yang cukup baik, yaitu dari 18 persen pada 2004 menjadi 27 persen di tahun 2009. Meski demikian angka keterwakilan perempuan ini belum mencapai angka 30 persen sebagaimana yang diamanatkan undang-undang pemilu sebelumnya. Apalagi jika dihubungkan dengan amanat target pembangunan milenium yang mencapai 50 persen. Untuk Pemilihan Umum 2014, KPP sendiri masih pesimis, apakah keterwakilan perempuan akan meningkat dan mencapai target 30 persen mengingat Undang-undang Pemilu yang baru disahkan belum sepenuhnya berpihak pada Perempuan. "Peningkatan angka parliamentary treshold dari 2,5 persen menjadi 3,5 persen dan metode konversi perolehan suara menggunakan metode kuota murni, justru akan menjadi lahan subur bagi politik transaksional. Politik uang dimana suara bisa diperjualbelikan akan mengalahkan jumlah suara caleg perempuan. Di samping itu, sistem ini dapat memicu berbagai konflik sosial dan politik,� ujar anggota DPD dari Yogyakarta ini. Terkait:
|
![]() |
|
|