FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
|||
|
|||
![]() Suhanu Jataka Cerita ini dikisahkan Sang Tathagata ketika berada di Jetavana tentang dua orang Bhikkhu yang pemarah. Ada dua bhikkhu yang bengis, jahat dan penuh nafsu amarah. Yang seorang tinggal di Jetavana dan lainnya lagi tinggal di luar kota. Suatu kali bhikkhu yang tinggal di luar kota datang ke Jetavana karena suatu keperluan. Orang-orang baru dan para bhikkhu muda mengetahui sifat bhikkhu ini yang penuh nafsu amarah, sehingga mereka membawanya ke tempat bhikkhu lainnya, untuk melihat mereka bertengkar. Tidak lama mereka saling berpandangan kemudian kedua orang yang pemarah ini saling memeluk, mengelus dan membelai tangan, kaki dan punggung masing-masing! Para bhikkhu membicarakan hal ini di Dhammasala. "Teman, dua bhikkhu yang penuh nafsu amarah ini jahat dan pemarah terhadap orang lain tapi mereka merupakan teman yang paling baik, hangat dan simpatik bagi yang lainnya." Kemudian Sang Tathagatha masuk dan bertanya apa yang sedang mereka bicarakan sambil duduk. Mereka memberitahukan Sang Tathagata mengenai hal ini. Sang Tathagata berkata, "Hal ini, wahai para bhikkhu, bukan hanya kali ini dua orang yang bengis, jahat dan pemarah kepada orang lain menunjukkan bahwa mereka sangat bersahabat dan simpatik bagi satu sama lainnya. Hal ini juga terjadi pada kehidupan lalu." maka Sang Tathagata menceritakan kisah kehidupan masa lampau ini. Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja di Benares, Bodhisatva adalah pembantunya, anggota istana, yang menasehati raja akan hal-hal baik yang bersifat duniawi maupun spiritual. Namun Raja ini adalah seorang yang agak tamak sifatnya. Dia memiliki seekor kuda yang kejam dan kasar yang bernama Mahasona atau Kenari Besar. Beberapa pedagang kuda dari negara utara datang membawa 500 kuda dan telah disampaikan pesan kepada raja bahwa kuda-kuda ini telah tiba. Sebelum ini Boddhisatva selalu menyuruh para pedagang untuk menentukan sendiri harga kuda yang ditawarkan yang kemudian membayar penuh. Tapi sekarang Raja tidak suka kepada penasehatnya dan memanggil anggota istana lainnya dan berkata kepadanya, "Teman, biarkan para pedagang menyebutkan harga kuda-kudanya, kemudian biarkan Mahasona lepas sehingga ia dapat berada diantara kuda-kuda tersebut dan menggigit mereka dan bila mereka sudah terluka dan lemah, para pedagang akan menurunkan harganya." "Tentu." jawab orang itu dan ia melakukan apa yang diperintahkan. Para pedagang segera memberitahukan Bodhisatta apa yang telah dilakukan kuda tersebut. "Tidakkah kamu mempunyai kuda kejam dan kasar yang lain di kota asalmu ?" tanya Bodhisatta. "Ya," jawab mereka, "ada seekor yang bernama Suhanu (Rahang Kuat), yang seganas dan seliar kuda ini". "Bawalah ia bersamamu bila lain kali engkau datang." kata Bodhisatta. Mereka berjanji akan melakukannya. Jadi ketika mereka datang lagi kemudian kuda yang kejam dan kasar ini ikut bersama mereka. Raja yang mendengar bahwa para pedagang telah tiba, membuka jendelanya untuk melihat kuda-kuda itu, dan melepaskan Mahasona. Lalu ketika pedagang kuda itu melihat Mahasona, mereka melepaskan Suhanu (Rahang Kuat). Tidak lama keduanya bertemu, lalu mereka berdiri diam dan saling menjilat seluruh badan. Raja bertanya kepada Bodhisatta bagaimana itu dapat terjadi. "Kawan," ia bertanya, "ketika kedua kuda ini bertemu dengan kuda yang lainnya, mereka ganas, liar dan brutal. Mereka menggigit yang lainnya dan menyebabkan mereka sakit. Tapi dengan satu sama lainnya - mereka berdiri saling menjilat seluruh badan! Apa alasan dari ini ?" "Alasannya," Kata Bodhisatta "mereka bukan tidak sama, tapi sama dalam sikap dan karakter." Dan Beliau mengulangi bait-bait syair ini. "Burung yang berbulu sama berkumpul semuanya: Mahasona dan Suhanu sama-sama sepakat: Dalam lingkup dan tujuan yang sama -- tidak ada perbedaan yang dapat saya lihat." "Keduanya brutal dan ganas; keduanya selalu menggigit tambatan tali mereka; Jadi kejahatan dengan kejahatan; sifat buruk dengan sifat buruk; selalu bertaut." Kemudian Boddhisatta terus menasehati raja untuk melawan sifat tamak yang berlebihan dan merusak benda-benda milik orang lain. Dan Beliau menetapkan nilainya, menasehati raja untuk membayar dengan harga yang pantas. Para pedagang menerima nilai yang menjadi hak mereka dan berlalu dengan sangat puas. Sementara raja yang mematuhi nasehat Boddhisatta akhirnya meninggal untuk menerima hasil dari perbuatannya. Setelah Sang Tathagata mengakhiri khotbahnya, Beliau menerangkan orang-orang yang terlahir kembali lagi itu. "Dua bhikkhu yang buruk itu adalah kedua ekor kuda, Ananda adalah Raja dan saya adalah penasehat yang bijaksana." |
![]() |
|
|