FAQ |
Calendar |
![]() |
#1
|
|||
|
|||
![]() GANGGUAN SECARA SEKSUAL Melissa Duval, berumur tujuh belas tahun, sedang berbicara dengan teman-temannya di SMUnya di New Jersey ketika dia merasa seseorang telah menyentuj dirinya. "Anak ini tidak kukenal dan dia telah meraba bagian belakangku," kata Melissa. Murid itu dulu pernah melontarkan komentar-komentar yang tidak senonoh kepadanya, tetapi belum pernah merabanya. Melissa bereaksi dengan marah. "Aku menghardiknya," kata anak gadis itu. "Aku katakan padanya, "Kamu tidak mengenal aku. Jangan berlaku kurang ajar seperti itu." Sayangnya, kata-kata Melissa hampir-hampir tidak berpengaruh. Anak laki-laki itu hanya tertawa dan berjalan melintasi aula. Reaksi anak itu membuat Melissa tersinggung, tetapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia berpikir bahwa apa pengurus sekolah tidak akan menganggap bahwa hal itu adalah kejadian yang penting," kata Melissa. Istilah gangguan seksual digolongkan sebagai diskriminasi dan merupakan suatu pelanggaran terhadap The Title VII of the Civil Rights Act of 1964. Undang-undang ini pada dasarnya dirancang untuk melindungi kaum wanita di tempat kerja mereka, tetapi dari tahun ke tahun akhirnya juga diberlakukan terhadap sistem persekolahan. Gangguan seksual seperti yang didefinisikan The United States Equal Employment Opportunity Commision: "Berbagai pendekatan seksual yang tidak dikehendaki, segala permintaan yang berkaitan dengan seksual, segala perilaku baik secara fisik maupun lisan yang bersifat seksual yang mengarah pada gangguan seksual, dimana jika permintaan tersebut dituruti atau pun ditolak baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pekerjaan seseorang, secara tidak logis menghalangi prestasi kerjanya atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, memusuhi, atau berbahaya terhadap dirinya." Orang tidak dapat mengenali gangguan seksual kecuali jika gangguan itu berdifat dangat jelas dan apa yang pelaku perbuat tampak menyolok atau jika si korban menceritakan kepada rekan kerja yang lain apa yang menimpanya dan ia menuntut tindakan hukum. Gangguan seksual tersebut antara lain: - Sindiran-sindiran berdifat seksual - Penghinaan terhadap jenis kelamin tertentu - Lelucon yang bersifat menghina dan/ aau menyudutkan (mewakili perasaan), celetukan-celetukan atau komentar yang menekankan pada hal-hal seksual, perlakuan tertentu atau yang berorientasi pada hal-hal seksual pada jenis kelamin tertentu. - Ajakan atau bujukan yang berkaitan dengan hal-hal seksual - Ancaman yang bersifat seksual - Pernyataan bersifat kebencian terhadap jenis kelamin tertentu - Komentar tidak senonoh terhadap tubuh atau pakaian seseorang - Tatatpan atau pun kerlingan yang menyudutkan - Suara-suara atau bahasa tubuh yang bersifat menghina dan/ atau menyudutkan yang menekankan pada seks atau berorientasi seksual - Pemasangan atau penyebaran gambar, tulisan, obyek (termasuk media elektronik) yang secara seksual tidak patut dan/atau menghina - Penyebaran secara tidak sah material yang secara nyata bersifat seksual dan melibatkan individu tertentu - Memaksakan perbuatan tidak dikehendaki setelah berakhirnya hubungan priibadi - Membuntuti dan/atau mengintip - Kontak fisik yang bersifat seksual di luar kehendak atau yang tidak diperlukan seperti menepuk,menyentuh, mencubit, atau memukul bagian tubuh seseorang - Pemaksaan kontak fisik di luar kehendak setelah berakhirnya hubungan pribadi - Penyerangan seksual Ada dua jenis gangguan seksual yang dikenali secara hukum. Kedua jenis itu adalah gangguan seksual quid pro quo dan gangguan lingkungan yang berbahaya secara seksual. "Gangguan seksual quid pro quo terjadi ketika seseorang diperintahkan (dipaksa) mengalami perbuatan demikian sebagai syarat atau aturan pekerjaan."Pada dasarnya, jika si korban tidak menyetujui perbuatan tersebut, mereka menangung resiko kehilangan pekerjaan mereka atau tidak mengalami kenaikan pangkat atau gaji. "Gangguan lingkungan yang secara seksual berbahaya terjadi ketika perlakuan seksual yang tidak diharapkan secara tidak logis telah menghalangi prestasi kerja seseorang atau menimbulkan suatu lingkungan kerja yang bermusuhan, mengintimidasi atau lingkungan kerja yang bersifat menekan meskipun gangguan itu mungkin tidak menimbulkan dampak secara ekonomi atau secara nyata, yaitu si korban mungkin tidak kehilangan upah atau promosi." Gangguan seksual jenis ini biasanya ditemui di dunia pendidikan. Data satistik gangguan seksual di Sekolah Menengah Umum antara lain: - Delapan puluh tiga persen murid puteri telah diganggu secara seksual. - Tujuh puluh sembilan persen murid putera telah diganggua secara seksual - Lebih dari satu dari setiap empat anak telah mengalami gangguan berulang kali. - Tiga belas persen murid puteri mengaku di sekolah telah "dipaksa untuk melakukan perbautan yang bersifat seksual selain mencium" - Sembilan belas persen murid putera mengaku di sekolah telah "dipaksa untuk melakukan perbuatan yang bersifat seksual selain mencium" - Murid puteri berkemungkinan lima kali lebih besar akan mengalami kejadian yang menggangu dan tiga kali lebih besar akanmengalami gangguan yang berpengaruh pada prestasi mereka - Sepuluh persen murid putera diganggu oleh karyawan sekolah. Gangguan seksual adalah suatu kejahatan dan, jika terlibat, si pelaku akan menghadapi kosekuensi hukum yang serius. Hampir setiap kasus gangguan seksual terhadap perusahaan, para penggugat mendapat ganti rugi jutaan dolar. Hidup para korban gangguan seksual telah diusik secara brutal. Terkadang perlu waktu berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau bahkna seumur hidup untuk mengatasi dampak yang mencekam seperti panik, cems, dan secara tiba-tiba merasa ketakutan terhadap orang banyak. Para korban yang lebih muda bahkan biasanya mengalami masa-masa yang sulit untuk menceritakan kepada orang lain apa yang sebenarnya telah terjadi terhadap diri mereka karena merasa takut bahwa merekalah yang melakukan sesuatu kesalahanatau merekalah yang berbeda dari orang lain. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan di sekolah dan dalam kehidupan anak muda, terutama remaja puteri. Muncul presentase yang melonjak pada kelompok murid puteri yang kehilangan keyakinan diri, cemas terhadap diri sendiri, merasa sangat malu dan dipermalukan akibat gangguan seksual yang mereka alami. Parar remaja puteri ini sengat tertekan dan dipengaruhi oleh gangguan tersebut bahkan hinggamembuat prestasi mereka merosot. Pelecehan dan gangguan seksual menggoncang para korban dalam segi sosial, mental, fisik, juga kerohanian mereka. Para murid itu seringkali kehilangan kepercayaan diri karena mereka merasa tidak dikehendaki oleh para sahabat dan keluarga mereka secara sosial dikucilkan oleh teman-teman mereka. Hal ini biasanya berakibat penutupan diri terhadap berbagai bentuk hubungan, aktivitas dan pada beberapa kasus bahkan kegiatan sekolah. Permasalahan gangguan seksual dalam sistem persekolahan kita tidaklah memiliki jawaban yang sederhana. Kita, sayangnya, hidup dalam suatu dunia yang membombandir kaum muda kita dengan gambaran-gambaran tentang kebirahian yang digembar-gemborkan dan pada murid itu digerogoti oleh berbagai bentuk gambaran tersebut. Anak muda laki-laki mengalami kesulitan dalam mengendalikan dorongan hormon-hormon mereka, sebab secara visual terus menenrus dirangsang oleh media massa. Sementara di waktu yang sama di kelas, mereka hanya memperoleh didikan standar moral yang rendah. Gerakan Berpantang pun dikonotasikan negtaif di antara sebagian besar anak remaja. Dengan semuanya ini berkecmauk dalam benak anak muda, kita melihat gangguan seksual menjadi masalah yang semakin berkembang dalam sisitem persekolahan kita. Kedua isu ini secara langsung saling berhubungan. Orang dewasa yang peduli perlu menginformasikan kepada para remaja bahwa mereka tidak boleh melanggar batas dengan melakukan gangguan seksual. Mereka yang mengalami gangguan secara seksual harus menyadari bahwa mereka tidak perlu bertahan sendiri menanggung perilaku demikian. Parar orangtua dan pejabat sekolah harus disadarkan terhadap apa sebenarnya yang telah terjadi. Oleh sebab itu para remaja yang merasa gelisah tentang sesuatu yang sedang berlangsung harus melaporkan hal itu dan jangan menyimpannya untuk diri mereka sendiri. Kita juga harus menekankan bahwa gangguan seksual bukanlah perilaku biasa yang boleh diterima dan karena pelaku tersebut layak untuk dihukum berat. Jika kita membiarkan berlangsung dengan berbagai alasan, hal itu akan berlanjut menjadi masalah yang semakin besar. Gereja dan mayoritas wargaAmerika yang bermoral harus bangkit dan menentang, tidak hanya dalam melawan gangguan seksual tetapi juga semua bentuk percabulan. Permasalahan ini tidak akan hilang sepepnuhnya, tetapi akan mulai berkurang jiak orangtua, para guru, dan para remaja menyatakan penolakan mereka terhadap perilaku tersebut. Paulus berkata, "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada sing hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati" (Roma 13:13) |
![]() |
|
|